GAPKI harap EUDR kembali dipertimbangkan demi petani kecil

2 months ago 25
Bagi Indonesia yang merupakan produsen dan eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia, implikasi EUDR sangat mendalam,

Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Eddy Martono berharap kebijakan Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) dapat kembali dipertimbangkan dan ditunda agar tidak berdampak kepada petani-petani kecil (smallholders).

“Saya terus terang berharap, kalau memungkinkan, ya, di-postponed (tunda) lagi, supaya kita sambil mempersiapkan diri. Karena yang paling tidak siap adalah smallholder. Sedangkan kita juga terkena dampaknya (sebagai) perusahaan,” kata Eddy saat ditemui di Jakarta, Kamis.

Menurut Eddy, implementasi EUDR bisa menjadi masalah ketika Indonesia melakukan ekspor ke negara-negara Uni Eropa.

“Bagi Indonesia yang merupakan produsen dan eksportir minyak kelapa sawit terbesar di dunia, implikasi EUDR sangat mendalam,” ujar dia.

Baca juga: Kemenko Ekonomi: Indonesia nantikan respons UE terkait negosiasi EUDR

Adapun EUDR sendiri mengharuskan perusahaan untuk memastikan bahwa produk yang mereka tempatkan di pasar Uni Eropa bebas dari deforestasi.

Artinya, produk tersebut tidak diproduksi di lahan yang telah mengalami deforestasi atau berkontribusi terhadap degradasi hutan.

Sementara itu, dalam daftar negara dengan risiko deforestasi yang dirilis oleh Komisi Eropa, Mei 2025, Indonesia masuk ke dalam kategori risiko standar.

Dalam daftar yang sama, Rusia, Belarus, Korea Utara, dan Myanmar merupakan empat negara yang masuk ke kategori risiko tinggi.

Baca juga: Wamenlu Havas soroti dampak EUDR ke petani kecil coklat hingga sawit

Sedangkan, 27 anggota Uni Eropa, Amerika Serikat, dan China masuk ke dalam daftar risiko rendah deforestasi yang akan dikecualikan dalam pengecekan cukai serta penelusuran asal barang.

“Kalau menurut saya, sekarang sebenarnya untuk sementara di awal ini dengan standard risk atau medium risk itu sudah menurut saya bagus, itu sudah bagus,” kata Eddy.

“Tapi kalau memang nanti ternyata diberlakukan khusus untuk negara-negara EU dan petani EU maupun Amerika dengan zero risk, kita harus react, komplain, dan kompak, karena itu adalah diskriminasi,” ujarnya menambahkan.

Lebih lanjut, Eddy menilai adanya Sertifikasi Berkelanjutan Minyak Sawit (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO) juga menjadi momentum untuk mempersiapkan dan memperbaiki tata kelola dalam negeri.

Baca juga: Kemenperin perkuat sertifikasi ISPO pacu kontribusi industri sawit

“Yang harus kita benahi sebenarnya, di internal kita sendiri, aturan-aturannya,” kata dia.

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |