Jakarta (ANTARA) - Karya film animasi pendek mahasiswa Sekolah Tinggi Multi Media ST-MMTC Yogyakarta, Aditistya, mendadak viral. Ini menandakan masa depan animasi sangat menjanjikan sebagai penggerak ekonomi kreatif. Kesuksesan karya, seperti “Jumbo” dan “Ikan Mas Tus Dedari” menegaskan bahwa animator lokal, termasuk talenta muda, seperti Aditistya, mampu menghasilkan karya berkualitas, dan diterima pasar domestik dan global.
Film nimasi berjudul “Ikan Mas Tur Dedari” menarik perhatian warganet melalui akun Instagram @adhismengaqak dan TikTok, berkat kualitas visual memukau dan sangat detail.
Aditistya, dikenal sebagai Adhis di media sosial, fokus pada animasi 2D dan 3D dengan kurikulum yang menekankan kreativitas, inovasi, dan etika profesi. Animasi ini merupakan proyek tugas akhir yang diproduksi dengan rumit, melibatkan ribuan frame yang digambar, di-render, dan disusun cermat. Karya ini menonjol karena visual setara standar internasional serta cerita yang mengakar pada budaya Bali.
Tidaklah mudah, proses produksi menghadapi tantangan, seperti trial and error, revisi berulang, dan kelelahan akibat begadang untuk memenuhi tenggat waktu. Namun, tantangan terbayar dengan respons positif dari warganet, yang memuji detail visual dan narasi tajam. Banyak yang berharap karya ini diikutsertakan dalam festival film animasi internasional, menunjukkan potensinya dapat bersaing global.
Karya “Ikan Mas Tur Dedari” menjadi fenomena di TikTok dan Instagram, di mana cuplikan animasinya mendapat pujian atas keindahan visual dan kedalaman cerita. Warganet menilai ini sebagai bukti kreativitas anak muda Indonesia mampu bersaing dengan produksi internasional, meski sumber daya terbatas.
Film animasi ini mencerminkan kekayaan budaya Bali dan Yogyakarta sebagai pusat seni Indonesia. Sebelumnya, karya mahasiswa ST-MMTC, seperti “Rangda Awaken” oleh Romario Manggala dan “Neo Batavia” oleh Birama Doni mendapat apresiasi dari CEO Brando Villa Lemon Sky, Ken Lai, yang menyebut karya MMTC sebagai terbaik di Indonesia. Karya-karya ini ditampilkan dalam acara musim akademik, seperti Gelar Karya Animasi dan peluncuran MMTC Animation Community (MAC), yang menjadi wadah memamerkan karya audio-visual dan grafis. Acara ini juga ajang bertukar pengalaman dengan animator lain, meningkatkan percaya diri, dan memperbaiki kualitas karya.
Industri film animasi Indonesia menunjukkan potensi besar menjadi pilar ekonomi kreatif, didukung pertumbuhan pesat, talenta lokal kompetitif, dan kemajuan teknologi. Berdasarkan data Asosiasi Industri Animasi Indonesia (AINAKI), dalam satu dekade, industri ini tumbuh 153 persen dengan rata-rata tahunan 26 persen dan potensi pendapatan Rp600 miliar hingga Rp800 miliar. Kesuksesan film “Jumbo” (2025) dengan lebih dari 10 juta penonton dan pendapatan domestik Rp252,8 miliar menunjukkan animasi lokal dapat bersaing dengan genre lain, bahkan melampaui film horor, seperti “KKN di Desa Penari” dan komedi “Agak Lain”.
Permintaan global dan ekspor film animasi Indonesia menembus pasar internasional, diekspor ke Asia Timur, Eropa, Amerika Utara, dan Timur Tengah. “Jumbo” direncanakan tayang di 32 negara, seperti Rusia, Malaysia, dan Jepang, menunjukkan film ini punya daya saing global. Kolaborasi internasional, termasuk keterlibatan animator Indonesia di proyek Hollywood dan grup musik, seperti Coldplay, memperkuat reputasi talenta lokal. Tren Virtual YouTuber (VTube) membuka peluang, dengan pasar global diprediksi USD12,265 juta pada 2028.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.