Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjalin komunikasi dengan perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Amerika Serikat, yakni Exxon Mobil dan Chevron, soal impor minyak.
“Jadi, kami sudah berkomunikasi dengan beberapa produsen minyak di Amerika Serikat,” ucap Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung dalam acara Sarasehan Nasional bertema, “Mendorong Keberlanjutan Industri Hulu Minyak dan Gas untuk Kemandirian Energi” di Jakarta, Selasa.
Yuliot memaparkan bahwa Exxon Mobil memproduksi sekitar 5,5 juta barel per hari secara global. Sementara itu, Chevron memiliki produksi global sekitar 3 juta barel per hari.
Kedua perusahaan tersebut, lanjut Yuliot, merupakan penyuplai minyak untuk Singapura, yang kemudian diekspor ke Indonesia.
“Jadi, karena saat ini posisi Indonesia membeli tidak langsung dari Amerika Serikat, kita dicatat impor dari negara lain, bukan Amerika Serikat,” tutur dia.
Yuliot pada Jumat (4/7) sempat mengungkapkan bahwa ke depannya, pemerintah berupaya agar impor minyak mentah dapat tercatat sebagai impor dari AS. Hal tersebut merupakan upaya untuk menyetarakan neraca perdagangan antara Indonesia dengan AS.
Penyetaraan neraca perdagangan adalah bagian dari negosiasi pemerintah Indonesia agar AS menurunkan tarif resiprokalnya terhadap produk impor Indonesia.
Tarif resiprokal AS terhadap Indonesia sebesar 32 persen, tutur Yuliot, akan sangat berdampak bagi komoditas ekspor Indonesia, sebab AS merupakan salah satu negara tujuan ekspor utama.
“Dari sisi energi, kami berusaha untuk membuat keseimbangan dengan Amerika Serikat. Kami merencanakan impor energi dari AS, karena kan selama ini juga kami mengimpor dari beberapa negara,” kata Yuliot.
Adapun komoditas yang akan diimpor oleh Indonesia dari AS terdiri atas minyak mentah (crude) dan LPG.
Yuliot mengklarifikasi bahwa Indonesia tidak berencana untuk mengimpor LNG dari AS, sebab produksi LNG di dalam negeri masih cukup, bahkan Indonesia mengekspor LNG.
Selain itu, Indonesia juga menawarkan AS untuk berinvestasi di logam tanah jarang dan sektor pertambangan Indonesia.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dijadwalkan bertolak ke Amerika Serikat (AS) pada Selasa, 8 Juli 2025 ini, guna melanjutkan proses negosiasi tarif resiprokal dengan AS.
Airlangga bakal menghadiri pertemuan dengan perwakilan Pemerintah AS untuk mendiskusikan keputusan tarif 32 persen yang tetap diberlakukan per 1 Agustus mendatang.
Adapun Presiden AS Donald Trump memutuskan tetap mengenakan tarif impor 32 persen kepada Indonesia, tidak berubah dari nilai "tarif resiprokal" yang diumumkan sebelumnya pada April lalu, meski proses negosiasi dengan pihak Indonesia terus berlangsung intensif.
Sejumlah mitra Indonesia di Asia Tenggara menerima pengurangan nilai tarif impor dari yang sebelumnya ditetapkan AS, seperti Thailand dan Kamboja yang sama-sama dikenakan tarif tambahan 36 persen dibandingkan yang sebelumnya sebesar 36 dan 49 persen.
Nasib berbeda dialami Malaysia yang kini terkena tarif impor 25 persen, justru naik satu poin persen dari nilai tarif sebelumnya sebesar 24 persen.
Baca juga: Menteri ESDM usul tambah impor migas dari AS senilai Rp167,73 triliun
Baca juga: Apindo nilai masih ada peluang diplomasi soal tarif Trump 32 persen
Baca juga: PM Jepang Ishiba sebut keputusan tarif baru Trump "sangat disesalkan"
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.