Ekonom: Program yang ciptakan lapangan kerja perlu dikedepankan

5 days ago 7

Jakarta (ANTARA) - Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, pemerintah perlu menomorsatukan program yang menciptakan lapangan kerja dan mendongkrak daya beli rakyat untuk mengantisipasi berlanjutnya tren pemutusan hubungan kerja (PHK) terutama di industri manufaktur.

Menurut dia, program-program mahal yang tidak sejalan dengan tantangan urgent perlu ditunda. Makan bergizi gratis (MBG) juga perlu ditinjau ulang untuk disesuaikan size-nya serta tidak boleh terlalu ambisius dan boros anggaran.

“Insentif pajak dan non-pajak perlu diberikan untuk sektor manufaktur dan sektor-sektor lain yang padat karya,” kata Wijayanto saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

Upaya penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), termasuk untuk perjalanan dinas dan rapat, perlu untuk tetap dilanjutkan. Tetapi, imbuh dia, perlu dihindari pemotongan yang terlalu dramatis yang bisa menghentikan aktivitas ekonomi sektor-sektor tertentu.

“Zaman Jokowi-JK, ide penghematan masif juga pernah dijalankan di awal masa pemerintahan, tetapi kemudian disesuaikan setelah melihat dampak yang buruk terkait dengan PHK,” kata Wijayanto.

Baca juga: Tomy Winata bahas penciptaan lapangan kerja dengan Presiden Prabowo

Belakangan ini, isu PHK menjadi perbincangan hangat seperti yang terjadi pada PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dengan lebih dari 10 ribu pekerja terdampak PHK. Selain itu, PHK juga terjadi pada PT Sanken Indonesia, PT Yamaha Music Indonesia, dan lainnya.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSYFI) juga mencatat ada 62 pabrik yang tutup dan berhenti beroperasi hingga melakukan PHK pada rentan Januari 2023 hingga Januari 2025.

Di sisi lain, Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Februari 2025 tercatat pada level yang tinggi yakni 53,6. Terkait dengan hal ini, Wijayanto mengatakan bahwa apa yang terjadi pada PMI manufaktur merupakan fenomena seasonal saja dan tidak terlalu berkaitan dengan PHK.

Pergerakan PMI manufaktur bersifat seasonal serta biasanya naik menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) dan Lebaran, kemudian menurun setelah periode tersebut.

Baca juga: Wamenaker: 58 ribu lowongan kerja segera terealisasi

“Walaupun demikian, kita perlu syukuri bahwa ekonomi kita berperilaku normal. Jika mendekati Lebaran, PMI tetap stagnan ini merupakan tanda-tanda bahwa ekonomi kita sedang tidak normal,” kata dia.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa PHK kali ini lebih disebabkan oleh faktor struktural akibat pemerintah dalam 10 tahun terakhir gagal menjaga daya saing dan daya tarik sektor manufaktur. Perhatian lebih diberikan kepada sektor capital intensif seperti mineral, hilirisasi, dan kendaraan listrik (EV).

“Saya khawatir, PHK yang terjadi saat ini akan terus berlanjut, bahkan dengan skala yang lebih besar,” kata Wijayanto.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |