DPD: Badan Tata Ruang Nasional penting cegah tarik menarik wewenang

2 months ago 6
Badan ini diharapkan menjadi motor utama dalam menyinergikan kebijakan lintas sektor, mengatasi tumpang tindih regulasi, serta memastikan kehadiran satu peta nasional sebagai dasar pengambilan kebijakan

Semarang (ANTARA) - Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dr. Muhdi menegaskan pentingnya pembentukan Badan Tata Ruang Nasional untuk untuk menghindari tarik-menarik wewenang tata ruang antara pemerintah daerah dan pusat.

"Badan ini diharapkan menjadi motor utama dalam menyinergikan kebijakan lintas sektor, mengatasi tumpang tindih regulasi, serta memastikan kehadiran satu peta nasional sebagai dasar pengambilan kebijakan," katanya, dalam pernyataan di Semarang, Selasa.

Saat ini, masalah tata ruang menjadi carut marut setelah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dibentuk dan telah diubah menjadi UU Nomor 6/2023.

UU Cipta Kerja telah mengubah beberapa ketentuan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui penyederhanaan perizinan dan integrasi antarsektor yang berdampak carut-marutnya kewenangan pusat dan daerah.

Menurut dia, penataan ruang bukan semata-mata persoalan teknis spasial, tetapi merupakan fondasi strategis dalam mengarahkan arah pembangunan nasional.

Tata ruang yang adil, terencana, dan berpihak pada rakyat, lanjut dia, adalah prasyarat mutlak untuk menciptakan pembangunan yang merata, berkelanjutan, dan menjamin kedaulatan daerah.

"Kita menghadapi fakta bahwa banyak rencana tata ruang yang tidak sejalan dengan praktik pemanfaatan ruang, lemahnya pengawasan," kata senator asal Jawa Tengah tersebut.

Komite I DPD RI dalam pelaksanaan fungsi pengawasannya telah mencermati bahwa arah kebijakan tata ruang telah mengalami pergeseran, yakni dari semula berbasis pada prinsip keadilan spasial dan perlindungan lingkungan, kini mengarah pada pendekatan pragmatis dan pro-investasi.

Ia mengingatkan partisipasi publik dalam perencanaan ruang juga harus diperkuat, sebab penataan ruang tidak boleh menjadi urusan segelintir elite teknokratis.

Masyarakat, pelaku usaha, akademisi, hingga kelompok adat harus diberikan ruang untuk terlibat secara deliberatif dan substansial.

"Hanya dengan tata kelola yang inklusif yang bisa menghadirkan kebijakan tata ruang yang berpihak pada kebutuhan nyata masyarakat. Kita tidak boleh membiarkan tata ruang menjadi arena tarik-menarik kepentingan jangka pendek. Sebab, setiap jengkal tanah di negeri ini harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," katanya.

Sebagai representasi daerah, Muhdi memastikan DPD akan terus mengawal agar semangat otonomi, desentralisasi, dan kedaulatan wilayah tetap menjadi roh utama dalam kebijakan tata ruang nasional.

Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan, di pusat maupun daerah untuk membangun kesadaran kolektif dan komitmen yang kokoh dalam mewujudkan penataan ruang yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat.

"Kami percaya, keberanian politik kita membenahi sistem dari hulu ke hilir, mulai dari aspek regulasi, kelembagaan, hingga kontrol publik yang transparan (adalah jawabannya)," pungkasnya.

Baca juga: Anggota DPD RI minta hasil investigasi soal BBM diungkap ke publik

Baca juga: Anggota DPD RI bantu pemulangan warga Aceh korban TPPO di Kamboja

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |