Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis penyakit dalam dari RSPI Sulianti Saroso, Rizka Zainuddin mengatakan untuk mencegah malaria perlu menerapkan konsep ABCD, yakni kesadaran (awareness), pencegahan gigitan (bite prevention), kemoprofilaksis, dan diagnostik.
"Yang pertama adalah awareness. Awareness ini harus kita tanamkan, terutama untuk orang-orang yang akan memasuki daerah endemis. Mungkin dia tidak akan familiar dengan cara pencegahan, apalagi gejala dari malaria itu sendiri," kata Rizka dalam siaran oleh Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan untuk orang-orang yang akan berpindah atau sementara bekerja di daerah yang endemis, seperti di Papua, perlu diedukasi guna mencegah gigitan nyamuk. Hal yang perlu diajarkan, semisal penggunaan kelambu yang benar, menggunakan baju lengan panjang untuk mencegah penularan.
Baca juga: Benarkah gigitan nyamuk malaria lebih berbahaya saat sore hari?
Untuk menghindari gigitan nyamuk, katanya, juga perlu menjaga kebersihan lingkungan agar tidak menjadi sarang nyamuk berkembang biak, selain itu penggunaan lotion antinyamuk.
Kemudian, kemoprofilaksis, katanya, adalah obat yang perlu dikonsumsi untuk orang-orang yang sementara tinggal di daerah endemis.
"Jadi, ada namanya azithromycin 1 tablet, diminum 1 hari sebelum keberangkatan ke daerah endemis, selama pasien di sana, misalnya selama 3 minggu, setiap hari harus minum, hingga 4 minggu setelah kepulangan kembali ke Jakarta misalnya," ujarnya.
Dia menyebutkan bahwa saat ini belum ada vaksin untuk malaria, sehingga pencegahan dilakukan dengan kemoprofilaksis dan azithromycin.
"Yang terakhir adalah diagnosis dan treatment. Jadi, harus diterangkan secara sederhana ke pasien bagaimana untuk mencegah malaria, terutama jangan sampai menjadi fase berat," katanya.
Untuk diagnosis, terdapat sejumlah cara, misalnya dengan mikroskop untuk mengecek darah samar tebal dan tipis atau rapid diagnostic test.
Adapun pada kasus malaria yang berat, katanya, bisa sampai mengakibatkan penurunan kesadaran, bahkan gagal ginjal, sehingga butuh cuci darah suportif.
Baca juga: Langkah efektif cegah malaria
Baca juga: Teluk Bintuni terapkan program EDAT tekan penularan penyakit malaria
"Sampai ke kematian kalau misalnya berat. Apalagi, terutama pada ibu hamil yang pilihan antimalarianya terbatas, karena banyak yang kontraindikasi pada ibu hamil," ujarnya.
Apabila terkena malaria, katanya, ada sejumlah hal yang dapat dilakukan guna mengurangi gejala, salah satunya memastikan pasien tetap terhidrasi.
Untuk perawatannya, hal tersebut tergantung dari plasmodium atau parasit malaria yang ditemukan. Dia menjelaskan bahwa terdapat lima jenis plasmodium, yakni falciparum, vivax, ovale, malariae, dan knowlesi.
Dia mencontohkan untuk malaria ringan yang disebabkan falciparum dan vivax, cukup dengan tablet. Namun, pada malaria berat, perlu obat injeksi.
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025