Depok (ANTARA) - Pengajar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) dari Departemen Telinga, Hidung, Tenggorok, Bedah Kepala Leher (THT-KL), Dr. Fikri Mirza Putranto menjelaskan bahwa tuli akibat bising kini menjadi ancaman baru di era modern.
“Kita justru menikmati bising setiap hari, seperti konser, tempat musik, atau tempat bermain yang memiliki pengeras suara bervolume tinggi,” ujar Fikri Mirza dalam keterangannya, Sabtu.
Menurutnya, tuli akibat bising kini tidak hanya mengancam para pekerja pabrik atau sopir bajaj seperti di masa lalu, tetapi juga masyarakat luas melalui perangkat pribadi seperti headset yang kerap diabaikan.
Orang yang mengalami cedera bising memiliki gejala awal telinga berdenging dan terasa tertutup seperti kemeng. Gejala ini sering kali dianggap sepele karena dapat hilang dalam waktu 24 jam.
Namun, justru karena sering diabaikan dan berulang, lama-kelamaan bisa menimbulkan gangguan permanen.
Selain menimbulkan gangguan telinga, cedera bising kronik juga dapat berdampak besar terhadap kualitas hidup, mulai dari kesulitan berkomunikasi di lingkungan ramai, gangguan konsentrasi, hingga gangguan sosial dan percepatan penuaan pada jalur pendengaran.
Menurut Fikri, Personal Listening Device (PLD) yang beredar saat ini memiliki banyak jenis, seperti earbuds, headphone over-ear (dengan atau tanpa noise cancelling), hingga bone conduction headset.
Jenis over-ear dengan fitur Active Noise Cancelling (ANC) dianggap menjadi pilihan yang relatif lebih aman karena mampu meredam kebisingan tanpa harus menaikkan volume secara berlebihan.
Akan tetapi, PLD jenis ini tidak disarankan digunakan sambil berjalan atau berlari karena mengurangi kewaspadaan terhadap lingkungan.
Tips aman pakai headset sehari-hari sebagai pedoman aman, dr. Fikri menganjurkan penggunaan PLD dengan volume maksimal 60 persen selama tidak lebih dari 60 menit per hari.
Selain itu, penting untuk beristirahat setiap satu jam selama 5 menit, menjaga kebersihan earbuds, serta memanfaatkan fitur volume warning yang kini tersedia pada banyak gawai.
“Gunakan PLD dengan teknologi noise cancelling agar tidak perlu menaikkan volume terlalu tinggi. Batasi volume di bawah 80 desibel,” ujarnya.
Ia juga menyarankan kepada pengguna PLD agar memeriksakan diri ke dokter spesialis THT-KL jika mengalami dua dari tiga kondisi, yakni penggunaan lebih dari 4 jam per hari, volume di atas 80 persen atau munculnya nyeri atau berdenging setelah pemakaian.
Tata laksana penanganan gangguan pendengaran akibat bising sesuai tingkat keparahannya. Untuk kasus cedera yang bersifat akut, seperti telinga berdenging khususnya jika terjadi dalam kurun waktu kurang dari 12 minggu, pengobatan medis masih memungkinkan.
Sementara, untuk kondisi kronis tanpa gangguan psikologis, terapi transcranial magnetic stimulation yang melibatkan dokter neurologi bisa menjadi pilihan.
“Kalau sudah menetap dan disertai keluhan psikologis seperti stres atau depresi, maka penanganan harus melibatkan psikolog atau psikiater untuk mendampingi proses pemulihan,” kata dr. Fikri.
Baca juga: Pemakaian "earphone" jangka panjang bisa timbulkan peradangan telinga
Baca juga: Tips menjaga kualitas tidur dari dokter THT
Baca juga: Dokter: Pakai earphone maksimal 60 menit dan volume 60 persen
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.