Jalan panjang menuju realitas Palestina pascatsunami pengakuan di PBB

2 hours ago 1
Stabilitas politik dan keamanan Palestina tidak akan tercapai tanpa rencana ekonomi jangka panjang yang jelas

Jakarta (ANTARA) - Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 yang berlangsung pada 22–27 September 2025 di New York, Amerika Serikat (AS), menghadirkan momentum berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Masyarakat internasional menyaksikan gelombang baru pengakuan kedaulatan Palestina dari berbagai negara.

Pada akhir 2023 Palestina diakui oleh 138 negara. Jumlah itu meningkat menjadi 145 negara pada akhir 2024.

Memasuki pekan terakhir September 2025, angka tersebut melonjak menjadi lebih dari 153 negara, setelah Prancis, Inggris, Kanada, Australia, Portugal, Belgia, Luksemburg, Malta, Monako, Andorra, dan sejumlah negara lain menyampaikan pengakuan resmi.

Para diplomat menyebut gelombang pengakuan ini sebagai salah satu pencapaian diplomasi terbesar Palestina sejak memperoleh status negara pengamat non-anggota di PBB pada 2012.

Momentum ini semakin istimewa karena bertepatan dengan peringatan 80 tahun berdirinya PBB, sekaligus menjadi forum bagi para pemimpin dunia untuk menegaskan kembali dukungan terhadap solusi dua negara. Namun, veto AS di Dewan Keamanan (DK) tetap menjadi penghambat utama lahirnya resolusi yang mengikat.

Pertanyaan besar pun muncul, bagaimana pengakuan simbolis itu diwujudkan menjadi realitas politik di tengah serangan Israel yang masih berlanjut di Jalur Gaza dan Tepi Barat? Seperti dikutip Reuters dari seorang diplomat Eropa, “Palestina membutuhkan langkah lanjut, bukan sekadar simbol.”

Denah moral

Tonggak penting yang memberi arah baru konflik Palestina-Israel adalah Deklarasi New York yang diadopsi pada 12 September 2025 atas prakarsa Prancis dan Arab Saudi. Dokumen itu sering disebut sebagai “denah moral” bagi penyelesaian konflik panjang keturunan Ibrahim tersebut.

Deklarasi itu menegaskan tekad membentuk negara Palestina berdaulat dengan garis perbatasan 4 Juni 1967 serta Yerusalem Timur sebagai ibu kota. Pesan dokumennya jelas, perang, pendudukan, teror, maupun pemindahan paksa tidak akan pernah membawa perdamaian.

Hanya dengan dua negara yang hidup berdampingan secara damai dan setara, perdamaian sejati dapat tercapai.

Selain itu, deklarasi memastikan Jalur Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari Palestina yang harus dipersatukan dengan Tepi Barat. Untuk menjamin transisi, diusulkan pembentukan komite administratif di bawah payung Otoritas Palestina segera setelah gencatan senjata tercapai.

Prinsip “Satu Negara, Satu Pemerintah, Satu Hukum, Satu Senjata” turut ditegaskan. Hamas diminta mengakhiri kekuasaan di Gaza, menyerahkan persenjataan kepada Otoritas Palestina dengan dukungan internasional, serta membebaskan seluruh sandera. Deklarasi juga mengutuk serangan Hamas terhadap warga sipil pada 7 Oktober 2023, menegaskan bahwa kekerasan terhadap warga sipil tidak dapat dibenarkan.

Baca juga: Raja Yordania tolak gagasan 'Israel Raya' dalam sidang umum PBB

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |