Jakarta (ANTARA) - Perwakilan Kementerian Kehutanan RI, Agus Justianto dalam forum pertemuan kehutanan Asia Pasifik di Chiang Mai, Thailand menegaskan Indonesia terus memperkuat sistem kehutanan berbasis masyarakat melalui program social forestry dan community forestry.
Terkait hal itu Analis Kebijakan Ahli Utama Kementerian Kehutanan tersebut dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, menyatakan pentingnya peran petani hutan rakyat dalam mendukung pasokan kayu berkelanjutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam acara 31st Session of the Asia-Pacific Forestry Commission (APFC31) dan 5th Asia-Pacific Forestry Week (APFW2025) pada 4 – 7 November 2025 itu Agus menekankan petani hutan rakyat menjadi tulang punggung industri kayu nasional, terutama di sektor mebel dan kerajinan.
"Petani hutan rakyat di Indonesia menghasilkan sekitar 80 persen pasokan kayu jati yang digunakan oleh industri kecil dan menengah. Ini menunjukkan bahwa masyarakat adalah aktor penting dalam rantai pasok kayu nasional,” ujarnya.
Dia menambahkan, pemerintah menargetkan perluasan area kehutanan sosial hingga 12,7 juta hektare sebagai bagian dari strategi pengelolaan hutan berkelanjutan.
Hingga Oktober 2025, lanjutnya, sebanyak 8,32 juta hektare telah memperoleh izin pengelolaan, memberi manfaat langsung bagi sekitar 1,42 juta rumah tangga dengan nilai transaksi ekonomi mencapai Rp4,58 triliun.
Ia juga menegaskan bahwa pengelolaan hutan berbasis masyarakat berperan penting dalam pencapaian target FOLU Net Sink 2030, karena dapat meningkatkan serapan karbon dan memperbaiki kondisi lahan terdegradasi.
"Hutan yang dikelola masyarakat dengan hak kelola yang aman terbukti memiliki tingkat deforestasi lebih rendah dan regenerasi lebih tinggi,” kata Agus dalam sesi bertajuk "Smallholder Tree Farming in Asia-Pacific: Challenges and Opportunities Ahead" yang diselenggarakan CIFOR-ICRAF, International Tropical Timber Organization (ITTO), dan Food and Agriculture Organization (FAO).
Sesi yang diisi oleh panelis dari berbagai negara seperti Indonesia, Fiji, Nepal, dan India juga menyoroti tantangan bersama dalam memperkuat kontribusi petani hutan terhadap pasokan kayu berkelanjutan di kawasan Asia-Pasifik.
Acara tersebut turut menjadi ajang peluncuran publikasi bersama FAO, CIFOR-ICRAF, dan ITTO berjudul “Agroforestry for Wood Production – Insights from Multifunctional Smallholder Tree Farming Systems in Asia and the Pacific”.
Asia-Pacific Forestry Week (APFW) sendiri merupakan rangkaian kegiatan tematik yang mendampingi pertemuan utama, yaitu Asia-Pacific Forestry Commission (APFC31), sebuah badan regional resmi (regional statutory body) di bawah naungan Food and Agriculture Organization (FAO).
Komisi ini berfungsi sebagai forum konsultatif antarnegara kawasan Asia-Pasifik untuk membahas arah kebijakan dan isu strategis sektor kehutanan.
Rekomendasi dari APFC dan komisi regional lainnya di Afrika, Eropa, serta Amerika kemudian disampaikan ke tingkat global melalui Committee on Forestry (COFO), yang menjadi forum utama kehutanan dunia di bawah FAO.
Baca juga: Menhut-Menkeu perkuat kerja sama maksimalkan fungsi hutan bagi rakyat
Baca juga: Hilirisasi kehutanan turut membuka lapangan kerja
Baca juga: Menteri LHK minta tingkatkan upaya hilir dukung produk Perhutanan Sosial
Pewarta: Subagyo
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































