Jakarta (ANTARA) - Indonesia pertama kali meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis untuk anak-anak sekolah pada 6 Januari 2025. Sejak saat itu, secara bertahap jutaan anak-anak sekolah mendapatkan asupan gizi yang lengkap dan seimbang untuk pembangunan sumber daya manusia berkualitas demi mencapai Indonesia Emas.
Tepat satu tahun pula Badan Gizi Nasional (BGN) berdiri untuk membangun gizi tak hanya bagi anak-anak negeri, tetapi juga ibu hamil, ibu menyusui, hingga balita. Sejak resmi berdiri pada 15 Agustus 2024, BGN telah mencatat sejumlah pencapaian signifikan.
Program MBG per 15 Agustus 2025 telah membentuk 5.885 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan melayani 20,5 juta penerima manfaat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 82,9 juta penerima manfaat pada akhir 2025, sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Pada 2025, pemerintah menganggarkan Rp71 triliun untuk Program MBG ini dan hingga Agustus 2025, anggaran yang telah diserap sebesar Rp8,2 triliun.
Presiden Prabowo Subianto bahkan mengalokasikan anggaran hingga Rp335 triliun untuk membiayai Program MBG saat menyampaikan pidatonya mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangan pada Jumat (15/8).
Anggaran tersebut merupakan terbesar untuk sebuah program peningkatan gizi guna membangun sumber daya manusia yang berkualitas sepanjang sejarah NKRI. Namun, anggaran yang besar juga mesti diikuti dengan tanggung jawab yang konsisten dan terukur agar program ini benar-benar mampu memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia.
Presiden juga menyampaikan, MBG selain meningkatkan kualitas gizi anak-anak, juga mampu menggerakkan ekonomi kerakyatan yang akan tumbuh semakin kuat, dengan menciptakan ratusan ribu lapangan kerja baru, serta memberdayakan jutaan petani, nelayan, peternak, dan pelaku-pelaku UMKM.
Baca juga: Memperkuat mata rantai pembinaan atlet sejak dini lewat MBG dan CKG
Cakupan dan realisasi anggaran MBG memang terus meningkat, tetapi, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai persoalan logistik, mutu, hingga tata kelola, meski beberapa kajian telah menunjukkan tingkat kehadiran siswa di sekolah yang meningkat sejak adanya Program MBG. Beberapa negara bahkan melirik program pemberian makanan di sekolah yang dinilai berdampak positif pada kehadiran dan capaian belajar siswa.
Meski begitu, peningkatan kualitas dan efektivitas program ini di Indonesia perlu terus ditingkatkan karena tingkat keberhasilan intervensi gizi pada masyarakat akan selalu bergantung pada desain menu, pengawasan, serta transparansi pendanaan.
Tantangan keamanan pangan
Meski telah menjangkau lebih dari 20 juta siswa, Program MBG masih menemui berbagai tantangan, salah satunya terkait keamanan pangan di masing-masing SPPG yang masih membutuhkan perhatian penuh dari pemerintah.
Kasus-kasus keracunan yang terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur, hingga Sragen, Jawa Tengah, yang terjadi belakangan mesti menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk terus meningkatkan keamanan pangan dalam seluruh proses rantai pasok mulai dari penanaman hingga distribusi.
Program yang juga dibuat untuk memberdayakan masyarakat lokal dengan menyerap pangan produksi warga ini perlu memastikan seluruh proses dalam pengolahannya telah terstandardisasi keamanan pangan untuk meminimalkan kasus-kasus dan memastikan makanan aman.
Baca juga: Tindak lanjut pidato Presiden, BP Taskin percepat laksanakan MBG di 3T
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.