Beijing (ANTARA) - Menteri Luar Negeri China Wang Yi, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Ryabkov Sergey Alexeevich dan Wakil Menteri Luar Negeri Iran Kazem Gharibabadi bertemu di Beijing untuk membicarakan soal nuklir Iran.
"Selama setahun terakhir, masalah Timur Tengah terus memanas. China selalu berkomitmen untuk menyelesaikan masalah-masalah regional yang menjadi perhatian agar tercipta perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah sehingga kesepakatan komprehensif tentang masalah nuklir Iran menjadi hal penting dalam penanganan isu-isu sensitif," kata Menlu China Wang Yi di Beijing, Jumat (14/3).
Menurut Wang Yi, kesepakatan komprehensif tentang masalah nuklir Iran merupakan salah satu hasil penting dalam penanganan isu-isu sensitif melalui dialog dan negosiasi maupun praktik keberhasilan multilateralisme sekaligus memainkan peran yang unik dalam menjaga stabilitas regional dan rezim nonproliferasi nuklir internasional.
"Sayangnya, selama pelaksanaan perjanjian ini, penarikan diri AS mengganggu. Sekarang, situasinya telah mencapai titik kritis sehingga kita harus mencari waktu untuk melakukan perdamaian, menyelesaikan perselisihan melalui cara-cara politik dan diplomatik; dan menentang penggunaan kekuatan dan sanksi ilegal," ungkap Wang Yi.
China juga menyebut negara-negara lain harus menghargai komitmen Iran untuk tidak mengembangkan senjata nuklir dan menghormati hak Iran untuk menggunakan energi nuklir secara damai.
"Kita harus secara aktif berupaya memperluas konsensus dan berusaha menemukan solusi yang rasional melalui konsultasi yang mempertimbangkan kepentingan semua pihak," kata Wang Yi menambahkan.
Perwakilan dari Iran, Rusia dan China, ungkap Wang Yi, berhasil mengadakan pertemuan Beijing tentang masalah nuklir Iran dan menyampaikan pernyataan bersama yang merupakan langkah penting ke arah yang benar.
"Kami juga akan memperkuat komunikasi dengan pihak lain tentang masalah nuklir Iran, mendorong mereka untuk melakukan niat politik yang tulus dan kembali ke perundingan sesuai jadwal awal. Perdamaian masih dapat diperjuangkan dan tidak boleh diabaikan begitu saja. Sanksi sepihak hanya akan memperburuk situasi," jelas Wang Yi.
Wang Yi juga mengajukan lima poin usulan China soal penyelesaian masalah nuklir Iran.
Pertama, tetap berkomitmen untuk penyelesaian sengketa secara damai melalui mekanisme politik dan diplomatik dan menentang penggunaan kekerasan maupun sanksi ilegal.
Kedua, tetap berkomitmen untuk menyeimbangkan hak dan tanggung jawab, dan mengambil pendekatan holistik yang bertujuan untuk nonproliferasi nuklir dan penggunaan energi nuklir secara damai. Artinya, Iran harus terus berkomitmen untuk tidak mengembangkan senjata nuklir, dan semua pihak lainnya harus sepenuhnya menghormati hak Iran untuk penggunaan energi nuklir secara damai
Ketiga, tetap berkomitmen pada kerangka Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) sebagai dasar untuk konsensus baru. Amerika Serikat harus menunjukkan keinginan politik dan kembali ke perundingan secepat mungkin.
Keempat, tetap berkomitmen untuk mendorong kerja sama melalui dialog, dan menentang desakan intervensi oleh Dewan Keamanan PBB (DK PBB) karena intervensi tergesa-gesa oleh DK PBB tidak akan membantu membangun kepercayaan atau pun menjembatani perbedaan di antara pihak-pihak terkait.
Kelima, tetap berkomitmen terhadap pendekatan selangkah demi selangkah dan timbal balik serta mencari konsensus melalui konsultasi.
"Sebagai anggota tetap DK PBB dan pihak dalam JCPOA, China akan terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan semua pihak terkait, secara aktif mempromosikan perundingan untuk perdamaian, dan memainkan peran konstruktif dalam mewujudkan dimulainya kembali perundingan lebih awal," tegas Wang Yi.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning menambahkan bahwa China dan Rusia menyambut baik pernyataan Iran soal program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai dan tidak bermaksud mengembangkan senjata nuklir.
"Kami mendukung Iran dalam melanjutkan kerja sama dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan menekankan perlunya menghormati hak Iran untuk menggunakan energi nuklir secara damai," kata Mao Ning.
Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (Non-Profliferation Treaty atau NPT) mulai berlaku sejak 1970 dan diperpanjang tanpa batas waktu pada 1995.
Berdasarkan traktat tersebut, negara-negara yang mempunyai senjata nuklir diwajibkan untuk tidak mengalihkan kepemilikan atau kendali kepada negara penerima senjata nuklir atau alat peledak nuklir lainnya, dan tidak dengan cara apapun membantu, mendorong atau membujuk negara-negara yang tidak mempunyai senjata nuklir untuk memproduksi, memperoleh atau kendali atas senjata atau perangkat tersebut.
Saat ini terdapat sembilan negara di dunia yang memiliki senjata nuklir yaitu Amerika Serikat, Rusia, China, Perancis, Inggris, Pakistan, India, Israel dan Korea Utara.
Dalam NPT diatur juga bahwa negara-negara yang tidak mempunyai senjata nuklir wajib untuk tidak menerima pengalihan atau kendali apa pun atas senjata nuklir atau alat peledak nuklir, dan tidak memproduksi atau memperoleh senjata atau alat tersebut, serta tidak mencari atau menerima bantuan apa pun dalam hal ini.
Negara-negara yang tidak punya senjata nuklir selanjutnya berjanji untuk menerima pengamanan yang dilaksanakan oleh Badan Energi Atom Internasional terhadap semua sumber atau bahan fisi khusus dalam semua kegiatan nuklir damai di dalam wilayah mereka atau di bawah yurisdiksi mereka dengan tujuan untuk mencegah pengalihan dari penggunaan nuklir untuk tujuan damai menjadi senjata nuklir.
Baca juga: Diplomat UEA sampaikan surat kesepakatan nuklir Trump kepada Iran
Baca juga: Khamenei: Negosiasi nuklir dengan AS tidak akan menghapus sanksi Iran
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2025