China petakan arah pengembangan teknologi 6G untuk masa depan

2 hours ago 2

Beijing (ANTARA) - Di sebuah lokasi uji coba di Kota Nanjing, China timur, sistem pemantauan, yang menggunakan kemampuan komputasi dan penginderaan canggih jaringan 6G, mengidentifikasi sebuah drone "ilegal" dalam waktu 0,1 detik, dan langsung menampilkan model serta ciri utama drone tersebut.

Ini merupakan skenario teknologi baru yang dieksplorasi oleh Purple Mountain Laboratories (PMLabs). Para engineer di laboratorium tersebut membangun sebuah tempat uji lapangan rintisan bebas sel 6G, yang memberikan keunggulan setidaknya 10 kali lipat dalam hal jangkauan, kapasitas, dan efisiensi spektrum dibandingkan 5G.

Selama lima tahun ke depan, China akan mengubah industri generasi mendatang, termasuk komunikasi seluler 6G, menjadikannya mesin pertumbuhan ekonomi baru. Lembaga riset 6G terkemuka di China, PMLabs, kini sedang mengukir ceruk pasar (niche) di bidang drone.

Dalam latihan darurat yang menyimulasikan kecelakaan kebakaran tangki penyimpanan pada Juni lalu, teknologi bebas sel 6G milik PMLabs dimanfaatkan untuk mengendalikan sekelompok drone guna menyelesaikan misinya.

Selain itu, di kawasan inovasi di pinggiran utara Beijing, sebuah tempat pelatihan robot berkemampuan 6G telah aktif beroperasi, menguji bagaimana teknologi komunikasi baru tersebut akan mendayai mesin-mesin cerdas masa depan.

Para pembuat kebijakan ekonomi China kini memandang penciptaan dan peluncuran skenario aplikasi baru sebagai jembatan yang menggabungkan teknologi dengan industri serta penelitian dengan pasar.

Menurut Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China, negara itu telah melakukan uji coba teknologi 6G selama empat tahun berturut-turut. Tahap pertama kini telah selesai, menghasilkan lebih dari 300 pencapaian teknis penting.

Di masa mendatang, teknologi 6G diharapkan dapat mendukung pembedahan jarak jauh yang kompleks, navigasi dalam ruangan (indoor) dengan akurasi berskala sentimeter, pengemudian berbantuan tingkat tinggi, dan koneksi cerdas antarperangkat dalam jumlah besar.

Infrastruktur luar angkasa

Pekan ini, China Telecom, Universitas Tsinghua, dan sejumlah mitra industri menggunakan satelit yang mengorbit di ketinggian 20.000 kilometer dari permukaan Bumi untuk memverifikasi koneksi wilayah kutub, lautan lepas, dan era 6G mendatang.

Satelit ini mencapai kecepatan downlink puncak 140 Mbps, yang menunjukkan transmisi data berkecepatan tinggi yang andal secara langsung dari satelit ke perangkat pengguna.

Sebagai bagian dari armada orbit-Bumi-menengah dari Smart SkyNet yang sekarang sedang dibangun, satelit ini akan memberikan jangkauan tanpa celah dan, bersama dengan konstelasi orbit-Bumi-rendah (low-Earth-orbit/LEO), membentuk jaringan 6G darat-angkasa yang terpadu.

Ini merupakan langkah terbaru dari operator telekomunikasi China tersebut dalam mengembangkan teknologi 6G. Raksasa telekomunikasi itu juga telah meluncurkan simulator akses satelit 6G visual untuk memvalidasi konstelasi mega LEO.

Sejauh ini, China telah meluncurkan 13 kelompok satelit untuk memperluas konstelasi internetnya. Pada tahun lalu, negara ini juga telah menempatkan satelit verifikasi arsitektur 6G yang telah ditentukan ke orbit.

Penggabungan internet satelit dengan stasiun-stasiun yang berbasis di darat dipuji sebagai salah satu dari tiga ciri khas 6G. Dua ciri lainnya adalah konvergensi komunikasi dan penginderaan, serta konvergensi komunikasi dan AI.

Pengatur kecepatan

Baru-baru ini, sebuah tim China meluncurkan cip optoelektronik ultra-broadband bertenaga AI yang menghadirkan koneksi berkecepatan tinggi pada rentang frekuensi 0,5 GHz hingga 115 GHz. Capaian ini telah dipublikasikan di dalam jurnal Nature, menjanjikan koneksi 6G yang lebih cepat dan andal.

"Ini seperti menambahkan jalan tol super. Sinyal dapat berpindah jalur saat sebuah jalur macet, sehingga data tidak akan tertahan di tengah lalu lintas data," tutur Wang Xingjun dari Universitas Peking, yang memimpin penelitian tersebut.

Semakin banyaknya terobosan dan paten 6G sedang memperkuat pengaruh China dalam penetapan standar global di bidang ini. Sebuah laporan industri menunjukkan bahwa per Juni 2025, China memegang 40,3 persen paten 6G global, menduduki peringkat pertama di dunia.

Dalam upayanya untuk mengomersialkan 6G per 2030, China telah membentuk Kelompok Promosi IMT-2030 (6G). Salah satu langkah kunci dalam inisiatif ini adalah alokasi resmi spektrum 6GHz untuk penggunaan 5G dan 6G.

"Hal ini memberi China suara yang lebih lantang, mulai dari penetapan standar hingga peluncuran komersial," ujar Bai Siwei, seorang pakar Internet of Things.

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |