China panggil Dubes Jepang, protes keras pernyataan PM Takaichi

2 hours ago 3

Beijing (ANTARA) - Wakil Menteri Luar Negeri China Sun Weidong telah memanggil Duta Besar Jepang di Beijing, Kenji Kanasugi, untuk mengajukan protes keras atas ucapan dan tindakan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi yang dianggap keliru terkait China.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Jumat (14/11), mengatakan Kanasugi dipanggil pada Kamis malam.

"Akar masalah ini adalah pernyataan PM Jepang Sanae Takaichi tentang Taiwan yang sangat keliru, berbahaya, dan provokatif, serta penolakannya untuk mengubah sikap dan menarik kembali pernyataannya," kata Lin.

Takaichi pekan lalu mengatakan penggunaan kekuatan militer China terhadap Taiwan bisa "menimbulkan situasi yang mengancam kelangsungan hidup bagi Jepang" dan menegaskan tidak akan menarik pernyataan itu.

Menurut Lin, pernyataan Takaichi bertentangan dengan kontrol ketat konstitusi Jepang atas operasi militer pasca-Perang Dunia II, meski aturan itu dilonggarkan setelah revisi undang-undang keamanan nasional tahun 2015.

"Hal itu secara terang-terangan mencampuri urusan dalam negeri China, melanggar hukum internasional dan norma dasar hubungan internasional, merusak tatanan internasional pasca-Perang Dunia II, bertentangan dengan prinsip Satu China dan prinsip-prinsip dalam empat dokumen politik China-Jepang, mengguncang fondasi politik hubungan China-Jepang, dan melukai perasaan rakyat China," kata Lin.

Dia menyebut banyak politisi dan tokoh berpengaruh di Jepang telah menyampaikan kritik terhadap pernyataan Takaichi itu.

"China menghargai perdamaian dan menjunjung kepercayaan baik, tetapi terkait kedaulatan, keutuhan wilayah, dan isu apa pun yang menyangkut kepentingan inti China, siapa pun tidak boleh mengharapkan kompromi atau konsesi dari China," ujar Lin.

Dia menegaskan siapa pun yang menantang batas China akan menghadapi "respons tegas dan keras" serta akan "menyerah di hadapan tembok baja yang ditempa lebih dari 1,4 miliar rakyat China."

"Siapa pun yang mencoba menghalangi penyatuan China, kegagalan adalah takdir mereka," kata Lin.

Dalam pertemuan dengan Kanasugi, Sun Weidong mengatakan sifat pernyataan PM Takaichi sangat buruk. Meski China telah berulang kali mengajukan protes keras, Jepang tidak menunjukkan penyesalan dan tetap menolak menarik pernyataan tersebut, katanya.

China, kata Sun, sangat tidak puas dan dengan tegas menentang hal itu, serta telah mengajukan protes keras kepada Jepang.

Dia menekankan bahwa isu Taiwan merupakan inti kepentingan China dan menjadi garis merah yang tidak boleh disentuh.

Menurut Sun, Taiwan adalah wilayah China dan urusan Taiwan sepenuhnya merupakan urusan dalam negeri China. Dia menegaskan penyelesaian masalah Taiwan adalah urusan bangsa China dan tidak boleh diganggu oleh pihak asing.

"Siapa pun yang berani mengganggu proses penyatuan China dalam bentuk apa pun akan menghadapi balasan keras dari China!" katanya, menegaskan.

Dia menambahkan bahwa China kembali mendesak Jepang untuk "melakukan refleksi mendalam atas kesalahan sejarah, segera memperbaiki sikap, dan menarik kembali pernyataan buruk tersebut."

"Jika tidak, segala konsekuensinya harus ditanggung oleh Jepang," kata Sun.

Sebelumnya, Konsul Jenderal China di Osaka Xue Jian menulis ancaman akan "memenggal leher kotor tanpa ragu sedetik pun" di platform X sambil mengutip artikel tentang pernyataan Takaichi di parlemen.

Menanggapi unggahan itu, juru bicara utama pemerintah Jepang Minoru Kihara mengatakan pesan tersebut tidak pantas bagi seorang kepala misi diplomatik China. Pemerintah Jepang telah mengajukan protes dan menuntut unggahan itu segera dihapus.

Baca juga: China minta Jepang berhenti cari alasan tingkatkan kemampuan militer
Baca juga: Jepang protes ancaman diplomat China soal pernyataan PM Takaichi

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |