China: Membangun ketahanan ekonomi di tengah gejolak global (Bagian 2)

5 hours ago 3

Beijing (ANTARA) - FLEKSIBILITAS ADAPTIF DAN INOVASI

Meskipun China dikenal dengan rekam jejak impresif dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi jangka panjang, para kritikus menyoroti tantangan-tantangan seperti koreksi sektor properti, lemahnya konsumsi, rendahnya tingkat inflasi, serta pergeseran demografi. Menurut mereka, berbagai faktor ini mulai memberi tekanan pada model pertumbuhan ekonomi China.

Kendati demikian, tantangan-tantangan tersebut, yang beberapa di antaranya dibesar-besarkan, justru mencerminkan kesulitan yang wajar dalam proses transformasi ekonomi, bukan sinyal kemerosotan sistemik. Seiring China beralih ke pertumbuhan berkualitas tinggi, berorientasi pada layanan, dan pembangunan yang didorong oleh inovasi, penyesuaian kebijakan dan perlambatan sementara di sektor-sektor tertentu tak terelakkan. Kesulitan dalam masa transisi struktural semacam itu lazim terjadi dalam siklus peningkatan ekonomi di seluruh dunia.

China sangat siap menghadapi masa transisi ini. Basis manufakturnya yang kuat dan terus berkembang dengan kokoh menopang rantai pasokan dan ekspor, menyediakan fondasi bagi peningkatan industri dan daya saing internasional.

"Ketahanan ekonomi China bersumber dari daya saing perusahaan dan fleksibilitas kebijakan," ujar Song Yu, Kepala Ekonom China di perusahaan investasi terkemuka Amerika Serikat (AS), BlackRock. "Di tingkat perusahaan, perusahaan-perusahaan menunjukkan kemampuan adaptasi dan inovasi produk yang kuat, terutama dengan keunggulan yang menonjol di sejumlah sektor seperti kendaraan listrik (electric vehicle/EV)."

China berkembang pesat dari negara pengimpor kekayaan intelektual utama menjadi kreator global terkemuka. Sebagai contoh, jumlah permohonan paten kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) China telah melampaui 1,5 juta per akhir April tahun ini, yang mencakup hampir 40 persen dari total permohonan global. Demikian pula, menurut laporan Nikkei Asia, China memimpin secara global dalam kualitas paten EV meskipun jumlah permohonannya lebih sedikit. Peningkatan kemampuan inovasi mendorong inovasi perusahaan, mengintegrasikan ekonomi digital dan riil, meningkatkan kemampuan beradaptasi di tengah ketegangan, serta menarik perusahaan asing ke pusat-pusat teknologi tingginya.

Lebih lanjut, penyesuaian tata kelola yang tepat waktu turut membantu. Sejak September tahun lalu, pergeseran positif telah muncul dalam regulasi makroekonomi, pengawasan industri, dan kebijakan luar negeri. Contohnya termasuk dukungan kebijakan untuk perusahaan swasta dan peningkatan fleksibilitas dalam respons terhadap ketegangan perdagangan, ujar Song dalam jumpa pers tentang prospek investasi pertengahan 2025.

Perkembangan ini telah meningkatkan minat investor asing terhadap pasar China, imbuh Song, seraya menyebut bahwa optimisme dan tingkat perhatian telah pulih, sehingga menciptakan efek dukungan bagi pasar.

Data terbaru menggarisbawahi ketahanan ini. Pada H1 2025, nilai ekspor China naik 7,2 persen secara tahunan (yoy), didukung oleh peningkatan ekspor ke ASEAN dan peningkatan yang stabil ke Uni Eropa (UE). Sektor EV terus melonjak, dengan kendaraan energi baru (new energy vehicle/NEV) kini menyumbang hampir setengah dari penjualan mobil baru secara nasional, sementara produksi dan penjualan tahunan pada 2024 melampaui 12 juta unit. Penjualan retail naik 5 persen (yoy) pada H1 2025, dan pendapatan yang dapat dibelanjakan tumbuh sebesar 5,3 persen, mencerminkan peningkatan permintaan domestik.

Xiong Yi, Kepala Ekonom Deutsche Bank untuk China, mengatakan bahwa kapasitas inovasi China, daya saing rantai pasokan manufakturnya, serta meningkatnya permintaan domestik dan sentimen bisnis telah semakin menarik investor internasional.

"Kekhawatiran mereka yang tersisa berpusat pada inflasi China yang rendah dan sektor properti yang masih lemah. Kami yakin perbaikan lebih lanjut di bidang-bidang ini akan membantu menarik arus masuk berkelanjutan dari investor jangka panjang global," ujar Xiong kepada Xinhua dalam sebuah wawancara baru-baru ini.

Terlepas dari ketidakpastian geopolitik, banyak perusahaan asing tetap memandang China sebagai bagian penting dari strategi global mereka. Menurut survei tahunan terbaru yang dirilis oleh Dewan Bisnis AS-China, sebuah organisasi yang beranggotakan lebih dari 270 perusahaan AS yang berbisnis dengan China, perusahaan-perusahaan AS tetap berkomitmen untuk mengejar peluang jangka panjang di China dan hampir semua melaporkan bahwa mereka sulit mempertahankan daya saing global tanpa kehadiran operasional di China.

Keterbukaan merupakan bagian dari pendekatan jangka panjang China. Strategi ketahanan China menekankan integrasi internasional yang lebih besar, alih-alih isolasi.

"Serupa dengan apa yang kita saksikan pada 2024, China menerbitkan serangkaian pengumuman kebijakan yang bertujuan menciptakan persaingan yang lebih adil antara perusahaan asing dan domestik, meningkatkan akses pasar bagi perusahaan asing, dan menghilangkan diskriminasi dalam pengadaan publik," ujar Jens Eskelund, presiden Kamar Dagang Uni Eropa di China, dalam wawancara baru-baru ini dengan Xinhua.

Zhao Bingdi, presiden Panasonic China, mengatakan kebijakan terkini negara itu yang mendukung platform teknologi dan integrasi antara ekonomi digital dan ekonomi riil akan memfasilitasi investasi Panasonic di berbagai bidang mulai dari AI hingga energi baru.

"China bukan sekadar raksasa manufaktur, tetapi juga pusat konsumen dan inovasi utama, yang menawarkan peluang besar bagi perusahaan asing," ujar Zhao.

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |