Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Elektronika, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yuliar Firdaus mengembangkan riset sel surya organik atau organic solar cell (OSC) yang diklaim lebih ramah lingkungan dan bisa diproduksi secara massal.
"Studi terdahulu yang telah saya lakukan menunjukkan efisiensi OSC bisa menembus batas teoretis lebih dari 22 persen jika rekombinasi permukaan dapat ditekan dan mobilitas muatan terus ditingkatkan," kata Yuliar melalui keterangan di Jakarta, Minggu.
Yuliar memaparkan OSC merupakan sel surya generasi baru yang menggunakan material organik seperti polimer donor dan akseptor molekul kecil untuk menyerap cahaya dan menghasilkan listrik.
Baca juga: BRIN perkuat riset energi terbarukan lewat simposium sel surya dunia
Ia menyebutkan kelebihan OSC adalah lebih fleksibel dan ringan, sehingga bisa dipasang di mana saja. Di samping itu, proses produksinya lebih sederhana dan murah, bahkan bisa menggunakan teknik printing.
"Teknologi ini sudah berkembang pesat, dari era penggunaan poli (3-heksiltiofen) (P3HT)-fullerene dengan efisiensi 3–7 persen. Hingga kini mencapai lebih dari 20 persen berkat hadirnya non-fullerene acceptors (NFAs) dan donor polimer baru," jelasnya.
Di samping itu, lanjut Yuliar, warna dan tingkat transparansi sel surya ini dapat diatur, sehingga cocok untuk building-integrated photovoltaics (BIPV) dan perangkat portabel.
Baca juga: Menperin meresmikan pabrik panel surya terbesar di Indonesia
Berbeda dengan solar sel generasi sebelumnya, ungkap dia, yaitu solar sel konvensional berbasis silikon yang mempunyai sifat kaku, berat, dan membutuhkan proses manufaktur bersuhu tinggi, OSC bisa diproses dengan teknik larutan (solution-processed), ringan, fleksibel, dan bisa diaplikasikan pada berbagai permukaan, termasuk kaca lengkung atau plastik.
Meski demikian, Yuliar mengungkapkan terdapat sejumlah kendala dalam memproduksi OSC, seperti stabilitas jangka panjang, tantangan scaling-up ke ukuran yang lebih besar tanpa mengurangi performa, serta ketersediaan material interlayer yang murah, ramah lingkungan, dan mudah diproduksi masih terbatas.
Maka dari itu, ia berharap OSC dapat dikembangkan menjadi teknologi energi terbarukan yang efisien, stabil, murah, dan fleksibel. Dengan riset interlayer, rekayasa bahan penyerap, dan proses rekayasa untuk scale up, teknologi ini dapat diproduksi massal di Indonesia, diaplikasikan dalam bangunan, perangkat elektronik, maupun infrastruktur, serta mendukung kemandirian energi nasional.
"Untuk itu, diharapkan dukungan menyeluruh dari segi fasilitas dan pendanaan dari BRIN dan pemerintah," tutur Yuliar.
Baca juga: Debut BCI di Solartech Indonesia 2025, Tampil sebagai Produsen Sel Surya Profesional
Baca juga: BRIN gandeng ITB kembangkan teknologi sel surya berbasis perovskite
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.