BRIN dorong pengembangan ekosistem pengindraan jauh di Indonesia

4 weeks ago 13

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mendorong upaya pengembangan ekosistem pengindraan jauh (remote sensing) di Indonesia, untuk memaksimalkan berbagai potensi yang bisa dipergunakan untuk mensejahterakan rakyat.

Pengindraan jauh merupakan pengukuran atau akuisisi data suatu objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan kontak dengan objek tersebut atau dari jarak jauh, misalnya dari pesawat, pesawat luar angkasa, dan satelit antariksa.

"Kita harus fokus menciptakan demand baru, menciptakan ekosistem baru untuk antariksa, pemanfaatan antariksa yang berbasis pada remote sensing," kata Handoko dalam diskusi panel bertajuk "Antariksa: Urgensi dan Relevansi untuk Indonesia" di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Indonesia tingkatkan pengelolaan perairan melalui pengindraan jauh

Handoko menyebutkan Indonesia merupakan negara offtaker atau pembeli yang terbesar untuk data pengindraan jauh, sebab negara ini merupakan negara kepulauan bukan kontinen.

"Lebih banyak lautnya, sehingga tidak mungkin kita hidup tanpa data remote sensing," ucapnya.

Ia menuturkan pembelian data pengindraan jauh memerlukan biaya yang tidak murah, mengingat luasnya wilayah Indonesia.

"Sesuai PP Pengindraan Jauh 2018 (Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2018) itu seluruh pembelian data pengindraan jauh diamanahkan ke single institution, yaitu saat ini BRIN. Karena apa? Karena itu barang mahal. Kalau semua orang, misalnya pemda beli sendiri, semua K/L beli sendiri, bangkrut negara kita. Itu pun kalau sudah kami kumpulkan, kami beli pun itu bisa menghabiskan setengah triliun (rupiah) setiap tahun," lanjut Handoko.

Ia menyebutkan BRIN sejak 2022, menaruh perhatian pada pengembangan konstelasi satelit pengindraan jauh, demi menghemat anggaran dan bahkan dapat menjadi salah satu sumber pemasukan negara di kemudian hari

Handoko mengajak kepada seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk pihak swasta untuk bekerja sama dalam upaya pengembangan proyek konstelasi satelit pengindraan jarak jauh Tanah Air, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh pihak.

Baca juga: BRIN manfaatkan pengindraan jauh untuk pantau pertumbuhan padi

Baca juga: BMKG: Indonesia perlu 9 satelit pengindraan jauh untuk pantau bencana

Menurut dia, negara yang harus memulai, tapi operasionalnya diserahkan ke swasta, supaya swasta yang me-marketing-kan, sehingga datanya bisa kita buka, bisa men-grab men-trigger startup-startup yang akan mengembangkan platform-platform berbasis remote sensing data.

Apakah itu untuk monitoring fishery zone, monitoring cuaca, monitoring lahan kelapa sawit. Niche marketnya ada, semua bisnisnya ada.

"Kami menyediakan konstelasi satelit di awal, menyediakan infrastruktur untuk high performance computing-nya, menyediakan infrastruktur untuk back engine-nya, men-develop back engine, sehingga anak-anak startup tidak perlu invest apa-apa, kecuali investasi keringat saja," papar Laksana Tri Handoko.

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |