Surabaya (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendorong industri farmasi nasional untuk lebih memanfaatkan potensi bahan herbal asli Indonesia yang melimpah guna mendukung kemandirian obat dalam negeri.
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki 17.200 jenis tanaman obat yang telah teridentifikasi, namun hingga saat ini baru 21 jenis yang berhasil dikembangkan menjadi fitofarmaka atau obat herbal berstandar ilmiah.
"Ini menjadi perhatian pemerintah agar industri melirik potensi besar obat berbahan herbal, terutama karena tren gaya hidup masyarakat dunia saat ini mulai kembali ke alam," katanya dalam acara "Intensifikasi Asistensi Regulator Obat: Tingkatkan Kepatuhan dan Kemandirian Obat dan Bahan Obat Lokal yang Aman, Berkhasiat, dan Bermutu" di Surabaya, Selasa.
Ia mencontohkan sejumlah tanaman obat yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut, seperti kina yang telah digunakan sebagai obat antimalaria, serta tanaman herbal lain yang berkhasiat sebagai antipiretik, antiinflamasi, antibakteri, bahkan berpotensi menjadi agen antikanker.
Menurut Taruna, hingga saat ini potensi besar tersebut masih belum digarap secara maksimal oleh industri farmasi dalam negeri. Oleh karena itu, BPOM berupaya menjembatani kerja sama antara industri dan akademisi melalui konsep Academic, Business, and Government (ABG).
"BPOM berperan sebagai penghubung antara kepentingan kampus dan industri, dengan objek penelitian berupa obat asli Indonesia. Saat ini sudah ada 185 perguruan tinggi yang terlibat dalam kerja sama ini," ujarnya.
Sejumlah perguruan tinggi besar seperti Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan BPOM.
Ia menambahkan, dari sekitar 4.000 kampus di Indonesia pihaknya menargetkan sekitar 500 kampus terbaik untuk berpartisipasi aktif dalam riset tanaman obat.
"Melalui program BPOM Goes to Campus kami ingin memperkuat sinergi antara industri, akademisi, dan pemerintah guna mempercepat penelitian dan pengembangan fitofarmaka," tuturnya.
Dengan adanya sinergi ini, Taruna optimistis akan terjadi percepatan penelitian ilmiah terhadap ribuan tanaman obat Indonesia, yang pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah ekstrak fitofarmaka yang tersedia di pasaran.
"Saat ini baru ada 21 fitofarmaka, jumlahnya masih sangat sedikit. Kami berharap ke depan akan lahir lebih banyak ekstrak herbal berkualitas yang dapat dikembangkan menjadi obat modern berbasis bahan alam," katanya.
Baca juga: BPOM: Peran kampus salah satu kunci bangun kemandirian obat
Baca juga: BPOM dan Kementerian BUMN teken MoU majukan UMKM pangan dan obat herbal
Pewarta: Willi Irawan/Faizal Falakki
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025