Pangkalpinang (ANTARA) - Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala mengatakan Bandung Spirit (Semangat Bandung) yang tercantum dalam 10 prinsip dasar politik luar negeri (Dasasila Bandung), menjadi legacy Indonesia dalam norma hubungan politik antara bangsa-bangsa di dunia.
Dalam siaran pers yang diterima di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu pagi, Djumala mengungkapkan hal ini saat berbicara sebagai narasumber dalam acara bertajuk Konferensi Asia Afrika (KAA): Peran Indonesia Membangun Perdamaian Dunia dengan Ideologi Pancasila yang diselenggarakan BPIP dalam rangka memperingati 70 tahun KAA, pada 25 April 2025.
Menurut dia, dalam pergaulan internasional, nama Indonesia tercatat dalam sejarah sebagai penggagas sekaligus tuan rumah Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada April 1955.
Dalam paparannya Djumala–yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB di Wina–menjelaskan bahwa Indonesia menggagas KAA karena didorong oleh niat untuk menghimpun persatuan negara-negara yang baru merdeka dan yang masih terjajah di benua Asia dan Afrika.
Baca juga: 70 Tahun KAA Bandung refleksi strategis langkah diplomasi Indonesia
Situasi dunia saat itu yang masih dihantui oleh perang dingin sangat rentan menarik negara-negara berkembang yang baru merdeka untuk masuk ke dalam orbit pengaruh politik dan ideologi super power kala itu, yaitu Blok Barat berhaluan Liberal-Kapitalis yang dipimpin oleh AS dan Blok Timur berideologi Sosialis-Komunis di bawah pengaruh Uni Soviet.
Djumala mengatakan Indonesia berinisiatif untuk mempersatukan negara-negara berkembang dalam menghadapi rivalitas dua blok ideologi super power itu.
KAA berhasil merumuskan prinsip dasar dalam menghadapi politik internasional saat itu; yaitu menghormati kedaulatan negara, non-intervention terhadap urusan dalam negeri, dan menciptakan perdamaian.
Dia mengungkapkan, jika ditilik secara normatif, tiga prinsip KAA itu sangat bersesuaian dengan nilai Pancasila, yaitu kemanusiaan, persatuan dan keadilan sosial.
Ketiga prinsip hasil KAA ini kemudian dijadikan dasar oleh lima pemimpin negara berkembang saat itu (Josip Broz Tito, Yugoslavia; Jawaharlal Nehru, India; Gamal Abdel Nasser, Mesir; Sukarno, Indonesia; dan Kwame Nkrumah, Ghana) untuk membentuk Gerakan Non Blok; sebuah gerakan yang melawan kolonialisme, tidak memihak pada kekuatan blok ideologis, penciptaan perdamaian melalui kerjasama antar negara berkembang.
Djumala menunjukkan legacy Indonesia dengan penyelenggaraan KAA itu menginspirasi negara-negara terjajah untuk memerdekakan diri dari kolonialisme.
Baca juga: Jabar harap KAA 2025 memotivasi Asia-Afrika pentingnya kemandirian
Baca juga: Dasasila Bandung, 70 tahun kemudian
Dia mengungkapkan bahwa setelah KAA setidaknya ada 25 negara di Asia dan Afrika yang berhasil melepaskan dari belenggu penjajahan.
Dia menegaskan bahwa legacy Indonesia dari KAA tidak hanya bisa dilihat dari keberhasilan menginspirasi negara terjajah untuk merdeka saja.
"Tapi yang lebih penting lagi adalah hingga sekarang nilai dan norma yang terkandung dalam Dasasila Bandung masih tetap relevan dengan situasi dunia saat ini, terutama dalam hal prinsip kemerdekaan, kemandirian, kemerdekaan, non-intervention dan perdamaian," kata Djumala.
Acara yang diselenggarakan BPIP ini dilakukan secara daring dan dihadiri lebih dari 500 peserta yang terdiri dari staf Kesbangpol Pemda dan para alumni Paskibrakra dari seluruh kabupaten dan provinsi se-Indonesia.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025