Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Syahrul Aidi Maazat menilai Indonesia perlu meningkatkan kekuatan teknologi peralatan tempur, berangkat dari menyoal konflik antara India dengan Pakistan yang diwarnai dengan perang kekuatan alat tempur kedua negara.
"Tentunya perlu berpikir bahwasannya Indonesia memiliki peralatan tempur juga," kata Syahrul Aidi Maazat dalam pesan video yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, konflik antara India dengan Pakistan juga mengindikasikan perang kekuatan teknologi persenjataan negara-negara di dunia yang menyokong kedua belah pihak tersebut di medan tempur.
Dia menyebut Pakistan banyak memperoleh dukungan kekuatan teknologi tempur dari China, sementara India lebih mendapatkan dukungan kekuatan teknologi tempur dari Amerika serikat (AS) hingga Rusia.
"Karena akan terbangun setelah perang Pakistan-India ini terbangun bahwasannya kekuatan teknologi tempur, alat perang itu sekarang itu dipegang oleh China," ucapnya.
Baca juga: Menlu: Indonesia siap jadi juru damai India-Pakistan
Dia pun mengamini kemenangan Pakistan dalam bertempur dengan India. Untuk itu, dia memandang Indonesia perlu melirik pula China dalam hal peningkatan kekuatan teknologi militer.
"Sehingga memitigasikan akan terbangun negara-negara yang memiliki peralatan perang, jet tempur, dan segala macam dari China itu akan disegani oleh negara-negara lain," tuturnya.
Dia lantas berkata, "Melihat perkembangan ya, di satu sisi China ini semakin kuat nih, blok China ini semakin kuat. Nah, blok Amerika ini semakin selain hilang kepercayaan dunia ke Amerika, semakin melemah begitu ya, itu kalau saya melihat."
Meski demikian, dia menekankan agar dukungan peningkatan alat militer Indonesia jangan mengandalkan satu pihak tertentu saja, misalnya China atau Amerika.
Ketua Delegasi Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) DPR RI untuk Palestina itu memandang langkah tersebut perlu dilakukan agar Indonesia memiliki daya tawar lebih dalam posisinya di tataran kekuatan global.
"Contohnya, Arab Saudi hubungan dengan Amerika-nya kuat, tetapi dia jalin hubungan dengan China-nya juga kuat sehingga daya tawarnya akan naik. Begini, kalau kita punya hanya satu senjata kan daya tawar kita kan lemah," kata dia.
Baca juga: BKSAP: PUIC sepakat agar India-Pakistan tak ambil tindakan eskalatif
Selain soal peralatan militer, dia menambahkan bahwa konflik India dengan Pakistan itu menyebabkan adanya keterbelahan di Timur Tengah hingga Asia.
India dan Pakistan saat ini dalam gencatan senjata setelah keduanya sepakat untuk menghentikan sementara seluruh operasi militer di laut, udara, dan darat, terhitung sejak Sabtu (10/5) minggu lalu pukul 17.00 waktu setempat.
Ketegangan antara India dan Pakistan meningkat setelah militer India meluncurkan Operasi Sindoor pada 7 Mei, dan menargetkan titik-titik yang disebut New Delhi sebagai "sembilan lokasi teroris" di Pakistan dan wilayah Kashmir yang dikelola Pakistan.
Adapun operasi militer itu diluncurkan India setelah adanya serangan teroris di dekat Pahalgam, kota yang berada wilayah Jammu dan Kashmir India, pada 22 April. India menyalahkan Pakistan atas serangan tersebut.
India menyebut serangan udara Operasi Sindoor mampu melumpuhkan 70 teroris, dan tidak ada fasilitas militer Pakistan yang diserang, namun Pakistan melaporkan lebih dari 30 orang tewas dan 57 warga luka-luka.
Pakistan juga meluncurkan serangan balasan, dengan menargetkan 26 titik vital milik militer India, termasuk di antaranya pangkalan udara India di Jammu dan Kashmir, dan di beberapa lokasi di India. Pakistan juga mendaku/klaim berhasil menembak jatuh jet-jet tempur India, yaitu tiga pesawat tempur Rafale, satu MiG 29, dan satu pesawat Sukhoi.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025