Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Imigrasi Yuldi Yusman mengimbau pengelola penginapan untuk melaporkan keberadaan warga negara asing (WNA) kepada kantor imigrasi terdekat dalam rangka menyinergikan langkah pengawasan.
“Kami mengimbau kepada pemilik dan pengelola penginapan agar melaporkan keberadaan WNA kepada kami sehingga kita bisa memonitor dan mengawasi apa-apa yang dilakukan oleh WNA tersebut,” kata Yusman saat konferensi pers di Kantor Direktorat Jenderal Imigrasi, Jakarta, Jumat.
Ia menegaskan bahwa Ditjen Imigrasi berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap keberadaan dan aktivitas WNA di Indonesia. Kontribusi dari masyarakat juga dibutuhkan dalam upaya tersebut.
“Kami mengharapkan juga agar masyarakat proaktif selalu melaporkan apabila adanya pelanggaran keimigrasian yang dilakukan oleh WNA,” imbuh dia.
Adapun Ditjen Imigrasi melakukan Operasi Pengawasan Wira Waspada pada 14–16 Mei 2025 di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek). Operasi yang melibatkan 10 kantor imigrasi ini dilakukan di 28 titik dengan menyasar tiga objek, yakni apartemen, kafe, dan pusat perbelanjaan.
Dari hasil operasi, Ditjen Imigrasi berhasil mengamankan 170 WNA dari 27 negara karena melanggar administrasi keimigrasian. WNA yang diamankan mayoritas berasal dari Nigeria (61 orang), Kamerun (27 orang), Pakistan (14 orang), dan Sierra Leone (12 orang).
Yusman menjelaskan WNA yang terjaring tidak dapat menunjukkan dokumen perjalan dan melebihi masa izin tinggal. Selain itu, sebagian dari mereka yang menggunakan visa investor tidak terbukti memiliki investasi dan sebagian lainnya tidak terbukti memiliki sponsor di Indonesia.
“Rincian pelanggaran yang ditemukan, antara lain, tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan. Selanjutnya sponsor fiktif, overstay (melebihi masa izin tinggal), dan investor fiktif,” ujar Yusman.
Oleh sebab itu, para WNA tersebut diduga melanggar Pasal 78 dan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pasal-pasal dimaksud mengatur tentang overstay dan penyampaian data palsu atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh visa atau izin tinggal.
“Ancaman hukuman atas pelanggaran ini adalah pidana paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta, serta pengenaan tindakan administrasi keimigrasian berupa pendeportasian dan pencantuman dalam daftar penangkalan,” tutur Yusman.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025