Banda Aceh (ANTARA) - Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pendidikan Disabilitas Insani di Kota Banda Aceh mengajarkan mengaji kepada peserta didik tunarungu menggunakan bahasa isyarat khusus untuk Al Quran.
Kepala SLB Yayasan Pendidikan Disabilitas Insani Heni Ekawati di Banda Aceh, Jumat, mengatakan belajar mengaji menggunakan bahasa isyarat khusus untuk membaca Al Quran merupakan hal baru bagi peserta didik, khususnya tunarungu atau tidak bisa mendengarkan.
"Di sekolah ini, ada enam peserta didik tunarungu. Mereka antusias belajar mengaji menggunakan bahasa isyarat Al Quran. Bahasa isyarat untuk mengaji berbeda dengan bahasa isyarat mereka gunakan berkomunikasi sehari-hari," katanya.
Heni Ekawati menyebutkan bahasa isyarat yang diajarkan untuk mengaji atau membaca Al Quran merupakan bahasa yang telah ditetapkan bersama oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Baca juga: Lima penerjemah bahasa isyarat bantu pengajian tunarungu
Baca juga: Agar disabilitas bisa mengaji Alquran, Baznas latih guru SLB
"Bahasa isyarat untuk Al Quran ini disusun pada 2021. Saya termasuk anggota tim penyusun dari Provinsi Aceh. Bahasa isyarat Al Quran ini kemudian disosialisasikan pada 2022 dan awal 2024 dicetak dan diperbanyak. Kini, mulai diajarkan di sekolah luar biasa," katanya.
Heni Ekawati mengharapkan anak didiknya khusus tunarungu mampu membaca Al Quran menggunakan bahasa isyarat dengan baik, sehingga hal ini menjadi bekal mereka meningkatkan pemahaman terhadap Islam.
"Berbeda dengan tunanetra, mereka sudah bisa mengaji. Tunanetra mengaji menggunakan braille, sudah lama ada. Sedangkan bahasa isyarat untuk Al Quran baru ada beberapa tahun terakhir," kata Heni Ekawati.
Selain belajar mengaji menggunakan bahasa isyarat, SLB Yayasan Pendidikan Disabilitas Insani juga mengembangkan pendidikan vokasional guna menggali kemampuan peserta yang berkebutuhan khusus tersebut sebagai modal mereka di masa mendatang.
"Pendidikan vokasional ini untuk membekali kemampuan peserta didik yang semua berkebutuhan khusus dengan keterampilan, seperti membatik dan melukis. Keterampilan tersebut menjadi modal mereka untuk mandiri di masa mendatang," katanya.
Heni Ekawati menyebutkan sekolah yang dipimpin berdiri sejak 2024 dengan peserta didik sebanyak 25 orang dari berbagai jenjang, mulai taman kanak-kanak, sekolah dasar, menengah pertama hingga sekolah menengah atas.
Dalam proses belajar mengajar, kata dia, sebanyak 70 persen merupakan pendidikan vokasional atau keterampilan dan 30 persen pendidikan umum atau akademik. Pendidikan keterampilan tersebut dilebih difokuskan kepada minat dan bakat peserta didik.
"Hampir semua anak didik kami dari keluarga kurang mampu. Mereka dengan berbagai berkebutuhan khusus seperti tunarungu, tunawicara, tunanetra, autis, dan lainnya. Dengan pendidikan vokasional ini, diharapkan mereka memiliki keahlian yang dapat mereka gunakan saat dewasa nanti," kata Heni Ekawati.*
Baca juga: Mushaf Al Quran Isyarat jadi komitmen Kemenag untuk disabilitas
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2025