BI: RPLN 35 persen lebih buka sumber "funding" dan turunkan biaya dana

3 months ago 17

Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menyampaikan, peningkatan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) menjadi 35 persen akan lebih membuka sumber pendanaan (funding) serta menurunkan biaya dana (cost of fund/CoF) sehingga mendorong pertumbuhan kredit.

“Dengan RPLN ini, pasti sumber funding-nya terbuka. Kemudian, pasti akan menurunkan cost of fund, karena lebih kompetitif daripada special rate dari SSB (surat-surat berharga). Sehingga kredit suku bunganya turun, pertumbuhan kredit meningkat dan ini mendukung ekonomi,” kata Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) BI Solikin M. Juhro dalam Taklimat Media di Jakarta, Senin.

Solikin mengamini bahwa saat ini terjadi persaingan di antara bank-bank untuk mendapatkan lebih banyak dana pihak ketiga (DPK), terutama dana murah (CASA) yang berasal dari giro dan tabungan. Indikasi jangka pendek ini telah dicermati oleh BI.

Kompetisi untuk memperoleh dana murah tersebut memicu persaingan suku bunga antarbank guna menarik DPK. Dalam kondisi ini, bank cenderung menawarkan special rate yang lebih tinggi atau lebih kompetitif, sehingga menyebabkan biaya dana ikut meningkat.

Baca juga: BI tingkatkan RPLN jadi 35 persen dan turunkan rasio PLM jadi 4 persen

“Kalau cost of fund naik, berarti suku bunga kredit naik, lalu penyaluran kredit akan turun. Itu (kondisi tersebut) tidak boleh. Kalau sudah begitu, nanti support untuk pembiayaan pembangunan berkurang. Nah ini yang BI upayakan (mengantisipasinya melalui kebijakan makroprudensial),” kata Solikin.

BI mencatat, kondisi likuiditas perbankan secara umum masih memadai. Namun pertumbuhan DPK cenderung melambat dari 5,51 persen year on year (yoy) pada awal Januari 2025 menjadi 4,55 persen (yoy) pada April 2025.

Pertumbuhan DPK yang selalu berada di bawah pertumbuhan kredit memang menjadi tantangan bagi perbankan selama ini. Meski melambat, Solikin menilai pertumbuhan DPK pada April 2025 tidak begitu buruk di tengah kondisi ekonomi global dan domestik yang melambat.

Di sisi lain, kredit perbankan pada April 2025 tumbuh sebesar 8,88 persen (yoy). Pertumbuhan kredit ini lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 9,16 persen (yoy). Solikin juga menilai, kinerja intermediasi perbankan masih relatif bagus di tengah kondisi ekonomi saat ini meski tentunya dapat lebih dioptimalkan kembali.

Solikin mengingatkan, stance bank sentral Indonesia untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan sudah jelas sebagaimana tecermin dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Mei 2025 yang lalu.

Baca juga: OJK dukung pengelolaan pendanaan luar negeri jangka pendek perbankan

Menurutnya, kebijakan moneter dan makroprudensial juga semakin padu dengan adanya penurunan BI-Rate dan penguatan makroprudensial baik dari sisi pembiayaan maupun pendanaan.

Sebagai informasi, kebijakan RPLN merupakan inovasi instrumen makroprudensial kontrasiklikal untuk memperkuat pendanaan luar negeri jangka pendek bank sesuai dengan kebutuhan perekonomian. RPLN mengatur batas maksimum kewajiban jangka pendek bank terhadap modal bank.

BI menetapkan batasan RPLN paling tinggi sebesar 30 persen dengan penambahan atau pengurangan persentase parameter kontrasiklikal. Terbaru, besaran parameter kontrasiklikal ditetapkan sebesar positif 5 persen sehingga batasan RPLN menjadi 35 persen.

Penguatan kebijakan RPLN terkini berlaku efektif sejak 1 Juni 2025, dan akan diatur lebih lanjut pada ketentuan mengenai RPLN.

Selain RPLN, BI juga menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 5 persen menjadi 4 persen untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4 persen.

Sementara rasio PLM syariah diturunkan sebesar 100 bps dari 3,5 persen menjadi 2,5 persen untuk Bank Umum Syariah (BUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5 persen.

Penurunan rasio PLM ini juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, yang berlaku efektif sejak 1 Juni 2025.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |