Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memperkirakan bahwa ke depan, jumlah uang yang beredar akan meningkat sejalan dengan ekspansi kebijakan fiskal Pemerintah dan pertumbuhan kredit yang akan lebih tinggi.
“Kebijakan moneter longgar juga mendorong kenaikan jumlah uang beredar dan diperkirakan akan meningkat sejalan dengan ekspansi kebijakan fiskal Pemerintah untuk mendorong sektor riil,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI September 2025 secara daring di Jakarta, Rabu.
Perry mengatakan, kebijakan moneter ekspansif tercermin pada pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) yang meningkat dari 5,46 persen year on year (yoy) pada Januari 2025 menjadi 6,53 persen (yoy) pada Juli 2025. Posisi M2 pada Juli 2025 mencapai Rp9.569,7 triliun.
Dari sisi komponen, kenaikan pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh peningkatan pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) yakni dari 7,25 persen (yoy) pada Januari 2025 menjadi 8,72 persen (yoy) pada Juli 2025.
Baca juga: BI: Uang beredar M2 di Juli tumbuh 6,5 persen capai Rp9.569 triliun
Perkembangan tersebut sejalan dengan peningkatan pertumbuhan uang kartal di luar bank umum dan bank perekonomian rakyat (BPR) dari 10,30 persen (yoy) pada Januari 2025 menjadi 10,98 persen (yoy) pada Juli 2025.
Dari sisi faktor yang mempengaruhi, kenaikan M2 terutama berasal dari peningkatan aktiva luar negeri bersih (net foreign asset/NFA) sejalan dengan kenaikan cadangan devisa.
Sementara faktor lainnya, yaitu tagihan bersih kepada pemerintah pusat masih mengalami kontraksi dan pertumbuhan kredit masih rendah.
Sementara itu, pertumbuhan uang primer (M0) adjusted tumbuh 7,34 persen (yoy) pada Agustus 2025 sehingga tercatat sebesar Rp1.961,3 triliun.
Baca juga: Pengamat: Moneter longgar sentimen bagi saham bank hingga konsumer
Pertumbuhan M0 adjusted tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan M0 (tanpa memperhitungkan dampak KLM) yang sebesar 0,34 persen (yoy) pada Agustus 2025.
M0 adjusted merupakan uang primer yang telah memperhitungkan dampak penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) bank di Bank Indonesia karena pemberian kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM).
Dari faktor yang memengaruhi, kenaikan M0 adjusted ini berasal dari ekspansi aktiva luar negeri bersih (net foreign asset/NFA) sejalan dengan kenaikan cadangan devisa, sedangkan komponen tagihan bersih kepada pemerintah pusat (net claims on government/NCG) mengalami kontraksi sehingga menahan kenaikan M0 adjusted.
Baca juga: IHSG menguat tembus 8.025 seiring kebijakan moneter yang longgar
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.