Jakarta (ANTARA) - Bila cinta berarti memberi, maka membayar pajak adalah salah satu manivestasi cinta pada negeri.
Pajak yang dipungut dengan adil dan dikelola secara amanah untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, tentu bakal menciptakan kepatuhan pajak yang tinggi bahkan (bisa jadi) membayarnya dengan senang hati.
Tak perlu ada sanksi dengan denda atau iming-iming dengan pemutihan, tapi pajak yang dipungut, dikelola, dan “dikembalikan” dengan benar, akan menimbulkan kerelaan warga untuk membayarnya.
Bukan bermaksud memuji, tapi Jawa Barat terkini bisa menjadi contoh. Ketika provinsi ini memiliki kepala daerah yang amanah dan betul-betul bekerja untuk kepentingan rakyatnya maka tak ada keraguan lagi bagi masyarakat wilayah itu dalam membayar pajak. Meski pada awalnya dirangsang dengan program pemutihan berupa penghapusan tunggakan dan denda.
Dengan pembuktian kerja nyata yang berarti pajak rakyat dikembalikan sepenuhnya untuk kepentingan publik, itu menjadi kampanye efektif dalam mengundang masyarakat menjadi patuh pajak.
Tidak perlu iklan di berbagai media dan medium berbiaya besar, cukup dengan memastikan bahwa iuran (pajak) yang dipungut dari rakyat digunakan sebagaimana mestinya.
Di beberapa kesempatan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Demul) menyampaikan pernyataan bahwa dana hasil pungutan pajak harus dialokasikan sesuai peruntukannya. Seperti pajak kendaraan bermotor (PKB) yang harus dikembalikan dalam bentuk pembangunan infrastruktur jalan berikut fasilitas dan pemeliharaannya.
Dengan hitungan yang cermat juga transparan, dilanjutkan perencanaan yang matang, akan digunakan untuk apa saja dana perolehan pajak, hal itu dapat makin menaikkan tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah.
Baca juga: Menkeu minta sistem pertukaran data terotomasi demi optimalkan pajak
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.