Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy mendorong ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) memiliki sistem pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
Pernyataan ini disampaikan saat dirinya melakukan pertemuan dengan Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Vietnam Julien Guerrier dan Duta Besar Belgia untuk Vietnam Karl Van den Bossche di Hanoi, Vietnam.
"Ini saatnya ASEAN memiliki sistem pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan berbasis data, sebagaimana telah diterapkan Uni Eropa. Apabila ini berhasil di tingkat bilateral, kita bisa duplikasi di tingkat ASEAN untuk kesejahteraan bersama,” katanya sebagaimana dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Pada kesempatan tersebut, Bappenas mendiskusikan pembentukan kerja sama triangular antara Indonesia, Vietnam, dan UE dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan dan pemberantasan praktik penangkapan ikan ilegal.
Inisiatif ini disampaikan Julien Guerrier dan Karl Van den Bossche kepada Kepala Bappenas
Kolaborasi triangular dibangun berdasarkan keunggulan komparatif. Dalam hal ini, Indonesia memiliki potensi besar yang belum dimanfaatkan secara optimal, sementara Vietnam menghadapi tantangan overfishing. Adapun UE sebagai mitra teknologi dan tata kelola dinilai dapat menjadi wasit yang kredibel.
“Ini adalah kerja sama yang saling melengkapi dan menguntungkan semua pihak,” ucap Rachmat.
Lebih lanjut, kerja sama ini dianggap strategis mengingat kondisi Indonesia dan Vietnam yang saling melengkapi di kawasan ASEAN. Indonesia memiliki wilayah laut luas dan potensi besar sumber daya perikanan, tetapi masih menghadapi tantangan armada tangkap dan kapasitas industri pengolahan yang terbatas. Sementara itu, Vietnam memiliki industri perikanan maju, namun menghadapi tantangan keterbatasan wilayah laut dan overfishing.
“Kita tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Untuk itu, kami menyambut baik keterlibatan Uni Eropa sebagai mitra yang netral dan berpengalaman, khususnya dalam sistem pemantauan dan ketertelusuran (traceability) untuk pengembangan sektor perikanan berkelanjutan di ASEAN,” ujar Menteri PPN.
Melalui kolaborasi triangular yang berbasis data dan prinsip keberlanjutan serta pengelolaan sumber daya yang terukur, lanjut dia, Indonesia dapat memperkuat kapasitas tangkap dan pengolahan hasil laut. Adapun Vietnam memperoleh pasokan bahan baku perikanan legal dan terverifikasi, dan UE memastikan rantai pasok kawasan berjalan akuntabel.
Pertemuan ini juga menyoroti inisiatif Global Gateway UE untuk mendukung pembiayaan infrastruktur berkelanjutan.
Di Indonesia, Global Gateway telah memfasilitasi beberapa proyek seperti kota cerdas di Ibu Kota Nusantara (IKN), energi surya, elektrifikasi kereta, hingga transisi energi berkeadilan.
ASEAN Network for Combating IUU-Fishing (AN-IUU) dinilai potensial sebagai platform pertukaran informasi dan pelatihan antarnegara, terutama dalam peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan pemantauan perikanan. Dukungan teknis UE turut mendorong pendekatan berbasis komunitas, termasuk pelatihan nelayan dan registrasi kapal tangkap.
Rachmat Pambudy mendorong ASEAN untuk mengadopsi sistem kuota dan pengaturan ukuran ikan yang ditangkap, sebagaimana diterapkan dalam kerangka Common Fisheries Policy UE.
“Kolaborasi Indonesia, Vietnam, dan Uni Eropa diharapkan menjadi langkah konkret mewujudkan ekosistem perikanan regional yang berkelanjutan dan inklusif, sekaligus mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir di kawasan ASEAN,” ungkap dia.
Baca juga: KKP tekankan pemasangan VMS beri banyak manfaat bagi nelayan
Baca juga: Trenggono sokong sinergi kampus-pemda kembangkan perikanan Boyolali
Baca juga: KKP kembangkan pelabuhan "eco fishing port" guna terapkan PIT
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2025