Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan diversifikasi pangan lokal merupakan strategi penting untuk memenuhi kebutuhan nasional serta memperkuat ketahanan pangan berbasis potensi sumber daya dalam negeri.
"Diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal menjadi salah satu pilar penting dalam strategi pemenuhan pangan nasional, di samping intensifikasi dan ekstensifikasi," kata Arief dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Dia menyampaikan hal itu sejalan dengan upaya pemerintah dalam membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan, berbasis pada potensi pangan daerah dan kearifan lokal.
Arief menekankan pemanfaatan ragam pangan lokal harus menjadi prioritas bersama. Indonesia memiliki kekayaan hayati berupa 77 jenis pangan sumber karbohidrat yang tersebar di berbagai wilayah, namun sebagian besar belum dimanfaatkan secara optimal.
"Jadi dalam pemenuhan pangan, salah satu strategi untuk mencapainya meliputi optimalisasi lahan, ekstensifikasi lahan, dan yang satunya lagi adalah diversifikasi pangan," ucapnya.
Diversifikasi pangan telah diatur dalam Perpres Nomor 81 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal, yang mendorong pemanfaatan produksi dalam negeri oleh seluruh komponen bangsa di setiap wilayah.
"Dalam Perpres ini disampaikan bahwa kalau kita bisa memanfaatkan produksi dalam negeri ini, tentunya dari setiap wilayah, seluruh komponen bangsa ada di situ,” ujar Arief.
Lebih lanjut, Arief menekankan pentingnya mengangkat kembali kearifan pangan lokal yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Tidak hanya soal keberagaman karbohidrat, tetapi juga bagaimana masyarakat lokal mengombinasikan sumber pangan dengan protein dari alam sekitar.
Dia menjelaskan dalam konsep isi piring sehat, sepertiga bagian untuk karbohidrat tidak harus selalu diisi oleh nasi, melainkan bisa digantikan dengan sumber lain seperti singkong, kentang, sorgum, sagu, atau jagung. Di berbagai daerah, masyarakat masih terbiasa mengonsumsi singkong, ubi jalar, atau ubi rambat sebagai menu sarapan harian yang juga merupakan sumber karbohidrat.
Selain itu, kebiasaan sarapan petani di daerah umumnya mencerminkan kearifan pangan lokal, seperti singkong rebus, jagung, kacang rebus yang kaya karbohidrat dan protein, serta ikan air tawar hasil budidaya di kolam pekarangan rumah.
"Bahkan, kalau kita sering ke daerah, sarapan petani itu biasanya singkong rebus, jagung, kacang rebus, sumber karbohidrat dan protein. Ada juga ikan air tawar dari kolam kecil di pekarangan. Ini contoh kearifan pangan lokal yang luar biasa,” tambah Arief.
Ia juga menyoroti masih perlunya meningkatkan kualitas konsumsi pangan lokal saat ini. Konsumsi singkong hanya 9,5 kg per kapita per tahun, ubi jalar 3 kg per kapita, sedangkan konsumsi beras mencapai 84 kg per kapita per tahun.
Hal itu menunjukkan dominasi konsumsi nasi yang perlu segera diimbangi dengan edukasi serta penyediaan alternatif pangan berbasis sumber daya lokal.
Menurutnya di berbagai daerah Indonesia terdapat potensi pangan lokal yang sangat beragam, seperti sagu di Papua, beras jagung di Sulawesi Selatan, dan konsumsi belut sebagai sumber protein oleh masyarakat Wonosobo. Keragaman itu menunjukkan betapa kayanya sumber daya pangan nasional yang dapat dimanfaatkan secara optimal.
Ikan dan belut merupakan contoh sumber protein tinggi yang tidak hanya bergizi, tetapi juga diyakini dapat menunjang kecerdasan. Kebiasaan mengonsumsi ikan menjadi salah satu bentuk kearifan lokal yang mendukung kualitas gizi masyarakat.
"Ini semua potensi luar biasa yang perlu kita angkat kembali. Ikan dan belut itu sumber protein tinggi, bahkan bisa menunjang kecerdasan. Orang yang terbiasa makan ikan itu biasanya memang pintar-pintar,” kata Arief.
Baca juga: Kepala Bappenas sebut MBG tingkatkan diversifikasi pangan
Baca juga: BRIN: Diversifikasi pangan solusi atasi tantangan ketahanan pangan
Baca juga: Pemerintah terbitkan Perpres Percepatan Penganekaragaman Pangan Lokal
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025