Bansos, judi, dan mental miskin

2 months ago 29
Pendidikan moral dan literasi keuangan memang harus ditanamkan sejak dini. Kita butuh ruang-ruang diskusi di keluarga, sekolah, bahkan di warung kopi, yang membicarakan nilai dan martabat, bukan sekadar cuan dan gaya

Jakarta (ANTARA) - Ironis dan menyakitkan. Rasa-rasanya dua kata itu pas untuk menanggapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa ratusan ribu penerima dana bantuan sosial (bansos) diduga menggunakan uang bantuan tersebut untuk berjudi.

PPATK, dalam laporannya menyebutkan bahwa dari 28,4 juta penerima bansos, sebanyak 571.410 orang terindikasi menggunakan dana bansos itu untuk judi online (judol), dengan total transaksi mencapai Rp957 miliar dari sekitar 7,5 juta transaksi.

Menyakitkan, karena uang negara --hasil kerja keras jutaan rakyat Indonesia-- yang diberikan kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung, justru mengalir ke “layar” judi untuk menggerakkan mesin penghancur moral dan ekonomi itu.

Koordinator Tim Humas PPATK M Natsir menegaskan bahwa praktik ini merupakan penyalahgunaan skema bantuan negara untuk aktivitas ilegal yang jelas-jelas merugikan publik.

Reaksi publik pun bermunculan. Parlemen turut mendesak pihak-pihak terkait agar mengambil tindakan tegas, sehingga distribusi bansos lebih tepat sasaran.

"Jika benar mereka terlibat dalam praktik judi online, maka bansos yang mereka terima harus segera dihentikan. Negara tidak boleh membiayai gaya hidup yang merusak," kata anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanul Haq.

Meskipun demikian, ia juga mengingatkan pemerintah untuk melakukan verifikasi dan validasi data secara akurat, sebelum menjatuhkan sanksi atau mencabut hak warga atas bantuan sosial jika terbukti terlibat judi online.

Ini penting, karena salah satu temuan lain PPATK adalah adanya ketidaksesuaian antara nama pemilik rekening dan NIK penerima bansos, yang mengindikasikan potensi manipulasi data atau pemalsuan identitas.

Indikasi penggunaan bansos untuk judi online ini menjadi tamparan keras bagi akal sehat dan nurani kita. Bantuan yang diperoleh karena kondisi ekonomi yang lemah, justru dibelanjakan pada sesuatu yang memperparah kemiskinan itu sendiri.

Dalam banyak kasus, orang berjudi bukan semata karena tamak, tetapi karena terhimpit keadaan, meski ini tidak bisa menjadi pembenaran.

Ketika seseorang berada di bawah tekanan ekonomi, judi online tampil menjadi seperti "iblis berkedok malaikat", menggoda dengan menawarkan solusi instan. Hanya dengan modal minim dan akses mudah lewat telepon pintar bisa mendapatkan "cuan besar" dalam waktu singkat. Judi menjadi jalan pintas, berharap keberuntungan bisa menggantikan kerja keras.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |