Padang (ANTARA) - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan perlu kajian mendalam terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, termasuk menyesuaikan dengan hukum di Indonesia.
"Menurut saya (RUU Perampasan Aset) memang harus kita kaji secara mendalam dan serius," kata Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia di sela-sela diskusi bertajuk Desain Penegakan Hukum Pemilu dalam Kodifikasi RUU Pemilu yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas di Padang, Senin.
Ahmad Doli menjelaskan sebelum pembahasan RUU Perampasan Aset dilakukan, publik harus mengetahui bahwa hukum di Indonesia tidak mengenal sistem pembuktian terbalik sehingga butuh penyesuaian dengan undang-undang yang akan dibuat.
Dalam kunjungannya ke Universitas Andalas, Ahmad Doli juga sepakat dengan pernyataan Wakil Menteri Hukum Prof Eddy Hiariej terkait penyebutan RUU Pemulihan Aset, daripada RUU Perampasan Aset.
Baca juga: Baleg wanti-wanti RUU Perampasan Aset tidak jadi alat kriminalisasi
"Seperti yang disampaikan Prof Eddy kemarin, namanya itu asset recovery atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan pemulihan aset," ujarnya.
Doli yang juga anggota Komisi II DPR RI tersebut mengatakan perampasan itu merupakan bagian dari tujuh tahap dari pemulihan. Artinya, RUU ini penting untuk segera dibahas dalam upaya memberantas praktik korupsi di Tanah Air.
Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah bersama DPR berkomitmen membahas RUU Perampasan Aset dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Menurut Yusril, RUU Perampasan Aset berisi hukum acara pidana khusus sehingga pembahasannya harus tepat dan sesuai dengan peraturan hukum pidana yang berlaku.
"RUU tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025-2026," kata Yusril.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.