Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Martin Manurung meminta para pendukung Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat untuk mengidentifikasi isu demi mempercepat proses pengesahan RUU yang sudah diusulkan sejak 2010 itu.
"Kalau terlalu banyak hal yang akan dibahas di RUU Masyarakat Hukum Adat tentu akan waktunya lebih panjang lagi. Tapi kalau kita punya boundaries yang minimum lalu kita tarik sedikit lagi, ini pasti akan mempercepat," tutur Wakil Ketua Baleg DPR RI Martin Manurung dalam diskusi yang diadakan Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat di Jakarta pada Senin.
"Kebutuhan kita sekarang apa? Kebutuhan kita itu yang perlu diidentifikasi oleh kawan-kawan," tambahnya.
Dia berpendapat dengan perubahan politik yang terjadi saat ini, termasuk penambahan kementerian/lembaga, pengesahan sejumlah undang-undang sektoral serta periode baru DPR RI, maka diperlukan perubahan naskah akademi atau rancangan draft RUU itu yang mencerminkan kondisi saat ini.
Baca juga: Pimpinan DPR dukung segera pembahasan RUU Masyarakat Adat
Terkait usulan UU Itu menjadi Omnibus Law yang menggabungkan beberapa peraturan perundang-undangan menjadi satu undang-undang baru, dia menyebut secara realistis terdapat sejumlah aspek yang kemungkinan sulit untuk diperjuangkan secara politik karena mencakup sektor yang cukup luas.
"Lebih bagus dia undang-undang biasa, supaya ke depan kita ingin memasukkan item baru itu lebih mudah, ketimbang kita harus membuatnya dengan metode Omnibus," jelasnya.
RUU Masyarakat Hukum Adat sendiri kembali masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. RUU itu pertama kali diusulkan ke DPR pada 2010 dan dalam 15 tahun terakhir sudah beberapa kali masuk ke dalam Prolegnas meski belum disahkan sampai saat ini.
Baca juga: Ndikosapu, desa adat Pegunungan Lepembusu Ende yang meniti perubahan
Baca juga: Koalisi minta UU KSDAHE tak mengecualikan masyarakat adat
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025