Mataram (ANTARA) - Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) mengumpulkan berbagai asosiasi hingga forum wisata yang mengelola wisata alam Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), untuk meredam konflik horisontal terkait pengelolaan pintu masuk pendakian.
"Pertemuan itu bertujuan untuk mengonfirmasi perkembangan pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani secara kekeluargaan dan meminta masukan terkait berbagai persoalan yang ada," kata Kepala Balai TNGR Yarman dalam pernyataan di Mataram, Selasa.
Konflik horisontal itu selalu mencuat sepanjang tahun, terutama saat pembukaan wisata pendakian setelah penutupan selama tiga bulan dan saat peringatan Hari Kemerdekaan RI, karena sering terjadi lonjakan jumlah pendaki.
Pada 8 April 2025 sejumlah warga dan pelaku wisata yang tergabung dalam Asosiasi Tour Operator Senaru (ATOS) sempat mendatangi kantor Balai TNGR di Kota Mataram untuk meminta penambahan kuota pendaki di Jalur Senaru.
Baca juga: Balai TNGR ajak ojek motor di Gunung Rinjani urus izin resmi
Mereka meminta kuota pendaki dari maksimum 150 orang per hari menjadi tidak terbatas untuk mengakomodir lonjakan pendaki yang mendaftar melalui jalur pendakian Senaru di Lombok Utara.
Di sisi lain asosiasi dan masyarakat yang mengelola pintu pendakian Jalur Sembalun melayangkan permintaan kepada Balai TNGR untuk mengelola secara mandiri pintu pendakian.
Mereka menilai wisata murah meriah yang hanya berbasis kuantitas dapat merusak visi pembangunan pariwisata berkelanjutan. Mereka ingin pintu pendakian Jalur Sembalun di Lombok Timur menjadi kawasan yang premium dengan tetap mematuhi aturan pemerintah.
Balai TNGR menegaskan kuota pendaki kuota pendaki sebanyak 700 orang per hari sudah sesuai dengan daya dukung dan daya tampung Gunung Rinjani, sehingga tidak bisa ditambah secara mendadak.
Baca juga: Warga Sembalun ingin kelola mandiri pintu pendakian Gunung Rinjani
Jumlah kuota itu dibagi ke enam jalur pendakian, yakni Senaru sebanyak 150 orang, Torean 100 orang, dan Sembalun 150 orang yang bila ditotalkan sebanyak 400 orang. Sedangkan, kuota sisanya sebanyak 100 orang di Jalur Timbanahu, Tete Batu 100 orang, dan Aiq Beriq 100 orang.
Pengelolaan TNGR melibatkan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan dengan jumlah 179 izin operator pendakian, 458 porter, dan 867 pemandu wisata, yang berasal dari masyarakat lokal, serta terdapat pula akomodasi, penyewaan peralatan, hingga transportasi yang dikelola oleh masyarakat.
Jumlah kunjungan wisata yang meningkat berdampak positif bagi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Rp14,7 miliar pada 2023 menjadi Rp22,5 miliar pada 2024. Bahkan efek berganda ekonomi dari kegiatan pendakian di Gunung Rinjani mencapai Rp109 miliar.
Baca juga: Kembali dibuka, Menhut ingatkan pendaki Rinjani jaga keindahan alam
Pewarta: Sugiharto Purnama/Rosyidin
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025