Jakarta (ANTARA) - Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan oleh setiap Muslim yang telah memenuhi syarat. Kewajiban ini tentu sudah dipahami oleh setiap orang yang beriman dan memiliki akal sehat.
Saat bulan Ramadhan tiba, banyak umat Muslim yang semakin giat dalam beribadah demi meraih pahala yang berlimpah. Kesempatan ini menjadi momen istimewa untuk meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan penuh kekhusyukan.
Dalam Al-Qur’an, tepatnya pada surat Al-Baqarah ayat 183, Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
yâ ayyuhalladzîna âmanû kutiba ‘alaikumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alalladzîna ming qablikum la‘allakum tattaqûn
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."
Namun, di tengah kewajiban ini, masih ada sebagian orang yang menganggap puasa Ramadhan sebagai hal biasa dan tidak istimewa. Bahkan, tidak sedikit yang seharusnya mampu berpuasa justru sengaja tidak menjalankannya, bahkan terang-terangan makan dan minum di siang hari.
Lalu, bagaimana sebaiknya kita menyikapi ketika melihat seseorang yang tidak berpuasa secara terbuka di bulan Ramadhan? Berikut ini adalah penjelasannya berdasarkan berbagai sumber.
Baca juga: Apa benar setan dibelenggu saat Bulan Ramadhan? Ini penjelasannya
Menyikapi seorang Muslim yang tidak berpuasa secara terang-terangan
Mayoritas penduduk di Indonesia rata-rata memeluk agama islam dan bulan Ramadhan menjadi salah satu bulan suci yang sangat dinantikan oleh umat Muslim. Seperti halnya sesuai dengan rukun Islam yang ketiga bahwa berpuasa merupakan ibadah yang wajib dikerjakan pada bulan Ramadhan.
Dengan menahan diri dari makan, minum dan nafsu duniawi yang dapat membatalkannya. Karena aktivitas yang dapat membatalkan puasa pada siang hari di bulan Ramadhan disebut dengan kemungkaran atau (nahi munkar). Sehingga hal ini dapat menyebabkan dosa bagi seorang yang sengaja tidak berpuasa.
Melansir dari Darul Ifta Yordania dalam laman NU online menyebutkan bahwa:
ماذا يفعل من رأى شخصاً في رمضان يأكل أو يشرب عامداً، مجاهراً بفطره؟ عليه أن يأمر بالمعروف وينهى عن المنكر، فإن خاف شرَّه أنكر عليه بقلبه، لكن لا يجالسه إن استطاع، وحبذا لو استعان بولي الأمرليمنعه من ذلك
Artinya: Apa yang hendak dilakukan oleh seseorang yang melihat orang lain di bulan Ramadhan sengaja dan terang-terangan makan atau minum?
Jawabannya: "Wajib baginya memerintahkan dengan baik dan mencegah-nya dari kemungkaran yang diperbuat. Jika ia khawatir atas keburukan yang akan menimpanya, maka hatinya harus ingkar dengan perbuatan tersebut. Namun ia tidak diperbolehkan menemaninya duduk, ini pun jika ia mampu untuk melakukannya, dan ia harus mendukung jika ia memutuskan untuk meminta bantuan kepada pihak yang berwenang untuk mencegah perbuatannya tersebut." (Darul Ifta Yordania, Ahkamus Shiyam).
Tak hanya itu, Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin menjelaskan mengenai seorang yang tidak berpuasa dengan terang-terangan disebut hisbah (Nahi Munkar) atau mencegah kemungkaran dalam beribadah puasa Ramadhan.
Baca juga: Puasa sah tapi pahala hilang? Ini hukum mendengarkan musik saat puasa
Untuk karena itu, sebagai umat Muslim yang bertaqwa, dalam menyikapi seorang Muslim yang tidak berpuasa secara terang-terangan atau Hisbah (Nahi Munkar) harus dilakukan secara berurutan dan tidak boleh melompat-lompat, diantaranya:
1. Menjelaskan bahwa perbuatannya termasuk dalam kemungkaran dan dilarang dalam agama.
2. Jika ia tetap tidak berubah, berikan nasihat dengan kata-kata yang lembut dan hindari ucapan yang kasar.
3. Jika nasihat lembut tidak berhasil, barulah menegurnya dengan keras, bahkan mencela-nya. Imam Al-Ghazali mencontohkan dengan ucapan seperti, “Wahai orang bodoh, apakah kamu tidak takut kepada Allah?”
4. Jika tetap tidak ada perubahan, maka tindakan pencegahan secara paksa dapat dilakukan, misalnya dengan mengambil barang yang digunakan atau menumpahkan minuman haram.
5. Jika masih tidak berhasil, maka dapat dilakukan tindakan lebih tegas seperti mengancam atau memberikan hukuman fisik.
Langkah kelima ini berpotensi menimbulkan bentrokan fisik atau bahkan konflik yang lebih besar karena adanya perlawanan dari kedua belah pihak. Oleh karena itu, tindakan ini hanya boleh dilakukan dengan izin dari pemerintah atau pihak yang berwenang.
Dengan demikian, dalam menghadapi seseorang yang tidak berpuasa secara terang-terangan, dapat diberikan larangan sesuai dengan langkah-langkah yang diajarkan oleh Imam Al-Ghazali agar orang tersebut menjalankan kewajiban-nya.
Baca juga: Gerakan Pangan Murah Depok tanpa kouta atau syarat
Baca juga: 6 buah untuk menu tambahan sahur agar kenyang lebih lama
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025