Cirebon (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis (UPT) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopi Luhur Kota Cirebon, Jawa Barat, menambah kolam penampungan lindi dan membangun sumur bor di beberapa titik untuk mengurangi dampak pencemaran air sumur milik warga sekitar.
Kasubag TU UPT TPA Kopi Luhur Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cirebon Jawahir mengatakan langkah itu diambil menyusul keluhan warga mengenai bau dan kekeruhan air sumur di Kelurahan Argasunya yang diduga tercemar lindi.
“Kami sudah membuat sumur bor di dua titik, yaitu Palinggihan RT 1 dan Sumurwuni RW 1, untuk membantu suplai air bersih kepada warga,” katanya di Cirebon, Jumat.
Ia menjelaskan bau dan kekeruhan air sumur salah satunya dipicu kapasitas kolam penampungan lindi yang berkurang akibat sebagian tertutup sampah, sehingga tidak mampu menampung limpasan air saat musim hujan.
Lindi, kata dia, merupakan cairan yang terbentuk ketika air hujan meresap dan melarutkan zat dari tumpukan sampah.
Baca juga: Sungai di Cirebon penyumbang tertinggi pencemaran lingkungan
Menurut Jawahir, TPA Kopi Luhur awalnya memiliki tujuh kolam penampungan air lindi dengan lebar 12 meter dan kedalaman 3-4 meter.
Namun, kata dia, sebagian kolam kehilangan fungsi sehingga air lindi berpotensi mengalir ke sungai yang terhubung dengan permukiman warga.
“Kemungkinan juga ada retakan di kolam yang membuat air merembes ke tanah,” ujarnya.
Pihaknya saat ini sedang merenovasi kolam yang ada, serta berencana membangun fasilitas baru untuk meningkatkan kapasitas penampungan air lindi.
Selain itu, ia menyebutkan terdapat empat sumur bor tambahan, termasuk bantuan dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah tersebut.
Ia menuturkan berdasarkan pemetaan, wilayah terdampak langsung limbah air lindi hanya di satu kawasan Kelurahan Argasunya yang letaknya berdekatan dengan TPA Kopi Luhur.
Baca juga: 5 negara ramaikan "Jagakali Internasional Art Festival"
Sementara itu Sri Hayati, salah satu warga Kelurahan Argasunya, mengatakan masyarakat di kampungnya sudah lama menghentikan penggunaan air sumur karena bau dan warnanya keruh.
Ia mengakui sumurnya sudah dua tahun tidak digunakan, karena menyebabkan iritasi kulit saat mandi atau mencuci.
Warga kini mengandalkan air galon untuk kebutuhan sehari-hari, meski menambah beban pengeluaran, dan berharap Pemkot Cirebon segera menyelesaikan masalah tersebut agar air sumur kembali layak digunakan.
“Kalau untuk mandi malah bikin gatal-gatal, apalagi dipakai masak atau minum,” katanya.
Baca juga: KLH komitmen menangani pencemaran air di Sungai Brantas
Baca juga: Sungai Ciujung tercemar limbah pabrik, air bau dan tambak warga rusak
Pewarta: Fathnur Rohman
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.