Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pariwisata Nasional (Asparnas) meminta pemerintah memberikan solusi terhadap industri perhotelan yang mulai terdampak efisiensi anggaran yang diberlakukan.
Ketua Umum Asparnas Ngadiman Sudiaman mengatakan kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan Presiden berdampak pada operasional hotel dan menimbulkan potensi kerugian yang tidak sedikit.
"Dari Januari dan Februari ini, penurunan omzet mencapai rata-rata 30 persen dibandingkan tahun lalu. Bulan Maret, saat masuk bulan puasa, biasanya lebih sepi lagi," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Pihaknya belum menghitung pasti berapa besar potensi kehilangan pendapatan secara keseluruhan, namun beberapa hotel dan perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata mulai melakukan efisiensi dengan pengurangan karyawan secara bertahap.
Ngadiman menambahkan, pada 2024 rata-rata okupansi turun hampir mencapai 20 persen dibandingkan 2023 sehingga dirasakan memukul pengusaha hotel, hiburan, serta restoran. Bahkan di beberapa daerah banyak usaha sudah tutup.
Dia mencontohkan pada Desember 2024 di Bali yang biasanya ramai pengunjung banyak hunian turun sampai 30 persen bahkan hingga 50 persen.
"Ini menandakan daya beli rendah dari masyarakat dan turis global yang juga menurun datang ke Indonesia," katanya.
Diakuinya, pemotongan anggaran pemerintah berdampak jangka panjang dan luas bukan hanya di sektor restoran maupun perhotelan.
Ngadiman menyatakan pihaknya menyayangkan pemerintah mengeluarkan aturan itu tanpa melihat dampaknya di sejumlah sektor, bukan hanya perhotelan.
Selain okupansi hunian hotel, lanjutnya efisiensi anggaran juga berdampak terhadap setoran pajak hotel kepada pemerintah dan perusahaan.
"Karena pengurangan anggaran untuk meeting dan perjalanan dinas tentu akan mengurangi omzet dari pengusaha hotel, airlines, restoran dan UMKM lainnya," tambahnya.
Meskipun demikian Ketua Asparnas mendukung jika kebijakan efisiensi anggaran pemerintah soal pembatasan larangan perjalanan dinas ditujukan untuk ke luar negeri.
"Tapi, untuk dalam negeri jangan karena uangnya, kan berputar di Indonesia dan menggerakkan perekonomian nasional," ujarnya.
Jika pemerintah tidak spending dan swasta juga lesu, lanjutnya, dikuatirkan industri perhotelan akan mati sehingga terpaksa melakukan efisiensi dan PHK karena tidak ada strategi lain.
"Kami minta, pemerintah beri kita solusi agar kami semua bisa bertahan," katanya.
Baca juga: Jaringan hotel global di Bali terapkan praktik berkelanjutan
Baca juga: Luhut yakin dampak efisiensi tak seburuk yang dikhawatirkan publik
Jika tidak melakukan PHK, tambahnya, hal yang bisa dilakukan yakni mengurangi jam kerja karyawan atau hari kerja agar gaji disesuaikan.
Presiden Prabowo Subianto melalaui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2025 melakukan pemangkasan anggaran perjalanan dinas pemerintah daerah (Pemda) sebanyak 50 persen.
Dalam Inpres itu, dijelaskan jumlah efisiensi Rp306,6 triliun anggaran belanja negara, terdiri atas anggaran belanja kementerian/lembaga tahun 2025 sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah Rp50,5 triliun.
Pewarta: Subagyo
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2025