Anggota DPR: Aplikator harus punya dasar hukum untuk pungutan

16 hours ago 5

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu mengatakan aplikator transportasi daring harus punya dasar hukum yang jelas untuk memberlakukan pungutan di luar potongan komisi pengemudi.

"Sebagai negara hukum, kita sama-sama tahu bahwa 'lumrah' bukanlah dasar hukum bagi siapapun untuk dibiarkan memungut uang secara terorganisir, masif, terus menerus, dan dalam jumlah yang sangat besar," kata Adian Napitupulu dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Adian mengatakan, pungutan tersebut disebut aplikator sebagai "biaya kelumrahan" antara lain, biaya platform, biaya perjalanan aman, dan biaya hijau.

Sorotan ini muncul setelah konferensi pers aplikator bersama Menteri Perhubungan pada 19 Mei lalu. Saat itu terungkap adanya pungutan kepada konsumen di luar potongan 20 persen dari pengemudi.

Aplikator beralasan bahwa biaya-biaya tersebut, seperti "Platform Fee" atau "biaya layanan aplikasi," adalah hal yang "lumrah" dipungut dalam bisnis aplikasi.

Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI ini menjelaskan, dari tampilan layar konsumen saat memesan kendaraan roda dua, seringkali terlihat biaya tambahan seperti Rp2.000 untuk jasa aplikasi, Rp1.000 untuk biaya perjalanan aman, dan Rp500 untuk biaya hijau.

Ketiga biaya inilah yang diasumsikan tidak dipotong dari komisi pengemudi, melainkan dipungut langsung dari konsumen dengan dalih "kelumrahan."

Guna menghitung estimasi pemasukan dari biaya ini, Adian merujuk pada data Kominfo dalam FGD dengan Badan Aspirasi Masyarakat, yang menyebutkan sekitar 7 juta pengemudi daring (motor dan mobil) menggunakan berbagai aplikasi.

"Biar mudah menghitungnya, kita anggap saja semuanya menggunakan angka-angka motor atau roda dua, yaitu Rp2.000 biaya jasa aplikasi, Rp1.000 biaya perjalanan aman, dan Rp500 biaya hijau, atau rata-rata total sekitar Rp 3.500 per sekali perjalanan," kata Adian.

Lebih lanjut, ia mengasumsikan bahwa 7 juta pengemudi tersebut rata-rata hanya melakukan satu kali perjalanan setiap hari. Dengan demikian, setiap hari ada 7 juta konsumen yang dikenakan biaya "lumrah" sebesar sekitar Rp3.500.

"Dari angka-angka tersebut, total per harinya bisa mencapai Rp24,5 miliar, atau sekitar Rp8,9 triliun per tahun," kata Adian.

Dia mengakui bahwa hitungan ini masih bersifat garis besar, sederhana, dan didominasi asumsi, mengingat aplikator tidak membuka seluruh datanya.

Oleh karena itu, Legislator Dapil Jawa Barat V ini juga berharap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPR nanti, semua angka tersebut bisa diuraikan lebih detail oleh aplikator agar lebih mendekati kebenaran.

Dia menegaskan bahwa angka-angka pemasukan tersebut belum termasuk potongan yang berdasarkan hukum.

"Semoga terbayang jika yang lumrah dan yang berdasarkan hukum digabungkan, maka jangan heran jika kita akan temukan angka yang sangat fantastis diterima Aplikator," tuturnya.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |