Aktivis '98 nilai tak ada yang dikalahkan di balik abolisi dan amnesti

1 month ago 19

Jakarta (ANTARA) - Aktivis eksponen gerakan mahasiswa 1998 Haris Rusly Moti menilai bahwa tidak ada maksud dari pemerintah memenangkan atau mengalahkan pihak tertentu dibalik pemberian amnesti terhadap Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong.

Sebagaimana ditegaskan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, dia menilai tujuan dari pemberian abolisi dan amnesti tersebut semata-mata untuk merajut kembali persaudaraan dan persatuan pasca Pilpres.

"Presiden Prabowo sangat paham karakter psikologis rakyat kita yang sangat 'patronistik' dalam hubungan 'patron-klien'. Kerukunan dan persatuan bangsa kita sangat bergantung pada kerukunan para pemimpinnya, pemimpin bangsa, pemimpin agama, pemimpin suku dan adat," kata Haris di Jakarta, Selasa.

Dalam menghadapi tantangan geopolitik, pelemahan ekonomi dan upaya keras mewujudkan program strategis pemerintahan, menurut dia, bangsa ini membutuhkan kerukanan dan persatuan. Namun, hal itu tidak berarti seluruh pihak mengabaikan perbedaan pandangan politik.

"Dalam alam demokrasi, perbedaan pandangan itu lumrah, konstitusi UUD 1945 menjamin hal itu. Karena itu kita menyambut positif pandangan politik Ketua Umum PDIP Megawati yang mendukung pemerintah dengan menjadi penyeimbang yang kritis dan konstruktif," kata dia.

Dalam salah satu pidato memperingati kemerdekaan Indonesia, dia menyampaikan bahwa Bapak Proklamator Bung Karno mengatakan “ratusan tahun lamanya kita berjuang, tapi tidak berhasil meraih kemerdekaan, karena kita tidak bersatu. Tahun 1945 kita dapat memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, itu karena kita bersatu”.

Oleh karena itu, menurut dia, sangat wajar jika sebagai warga negara kita berharap para pemimpin bangsa kita dapat memberikan teladan kerukunan, persaudaraan dan persatuan. Dia berharap dalam memperingati Hari Kemerdekaan Ke-80 Republik Indonesia, Presiden Prabowo dapat bergandengan tangan dengan mantan Presiden Megawati, mantan Presiden SBY dan mantan Presiden Jokowi.

Dia menilai, sepanjang 80 tahun kemerdekaan, jiwa dan batin bangsa kita dibuat retak dan terpolarisasi akibat tragedi politik masa lalu, Orde lama versus Orde Baru, Orde Baru versus Orde Reformasi. Di era reformasi rekayasa polarisasi lahir dari perbedaan pandangan dan pilihan politik saat Pilpres langsung.

"Bangsa kita sepanjang sejarah kemerdekaan dibuat persis makhluk 'kanibal' yang hobi memangsa daging saudara sebangsa. Kita berharap luka luka sejarah tidak dipelihara dan diwariskan secara turun temurun yang membentuk genetik konflik dan perpecahan," katanya.

Baca juga: Pengamat: Pemberian abolisi-amnesti cermin keberanian politik Presiden

Baca juga: Mensesneg tepis pemberian abolisi-amnesti pembiaran praktik korupsi

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Imam Budilaksono
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |