Jakarta (ANTARA) - Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Yudi Nurul Ihsan menyatakan kegiatan budidaya lobster menggunakan teknologi keramba jaring apung (KJA) di perairan Pangandaran, Jawa Barat, sudah berbasis riset.
"Sehingga dipastikan tidak mengganggu keberlanjutan ekosistem laut," kata Yudi dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Dia mengungkapkan riset mengenai bening bening lobster di Pangandaran dilakukan sejak beberapa tahun lalu karena pihaknya memiliki kampus di daerah.
Selain itu, sumber daya benih bening lobster (BBL) mudah ditemui di perairan Pangandaran.
Dia menuturkan, pihaknya melakukan riset dari berbagai aspek dengan kesimpulan bahwa BBL sebaiknya ditangkap, dibudidayakan.
"Kenapa? karena ternyata rendahnya survival rate BBL bukan karena menjadi makanan biota laut lain, melainkan karena kanibal," ucapnya.
Yudi mengatakan dengan dibudidayakan maka dapat membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Oleh karena itu, dia menyayangkan adanya penolakan kegiatan budidaya lobster menggunakan KJA di perairan Pangandaran. Padahal budidaya lobster dapat mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat, serta menjadi contoh eduwisata budidaya lobster modern.
“Di sana bukan cuma lobster, ada kerapu juga. Jadi ini berpotensi membawa dampak ekonomi cukup besar untuk masyarakat. Tinggal diatur saja wilayahnya antara kegiatan budidaya, pariwisata dan saya pastikan kalau ini diatur tidak akan saling mengganggu karena kawasan perairan di sana cukup luas,” ungkapnya.
Menurut dia, itulah gunanya ada Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dimiliki oleh pembudidaya agar tidak terjadi konflik pemanfaatan ruang laut di lapangan.
Biasanya, dalam proses penerbitan PKKPRL sudah melalui kaidah-kaidah yang ada seperti tahapan pendaftaran melalui perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau "online single submission", dan penilaian dokumen permohonan.
Proses penilaian dokumen permohonan telah melalui tahapan verifikasi administrasi, dan penilaian teknis.
Dalam Penilaian Teknis permohonan PKKPRL, KKP selalu melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi.
“Setahu saya lokasi KJA yang diributkan itu sudah sesuai dengan Perda Nomor 9 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat. Di dalam Perda RTRW Jawa Barat, lokasi budidaya berada di dalam Zona Pemanfaatan Terbatas Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pangandaran dan diperbolehkan," jelasnya.
Ditambahkan, setelah terbitnya PKKPRL, subjek hukum juga wajib memiliki perizinan lainnya seperti Persetujuan Lingkungan dan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko dalam melaksanakan kegiatannya.
"Jadi isu merusak lingkungan itu tak masuk akal, semua izin sudah dipenuhi,” tegasnya.
Dia menambahkan, lokasi KJA lobster di Pangandaran sudah tepat karena kondisi perairannya cukup tenang, dengan kedalamannya 6-7 meter yang sesuai untuk kegiatan budidaya.
Menurut dia, kegiatan budidaya di lokasi berombak besar justru riskan gagal karena dapat merusak infrastruktur KJA itu sendiri.
Peristiwa itu pernah terjadi di era Menteri Susi pada 2018 silam. Sebanyak delapan KJA lepas pantai yang menelan biaya miliaran rupiah rusak akibat hempasan gelombang.
“Kalau asal main saja tanpa riset, ya seperti yang pernah terjadi di Pangandaran sebelumnya, malah jadi sampah dan duit miliar hilang," bebernya.
Berdasarkan catatan, di era Susi Pudjiastuitu menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, memang ada proyek keramba jaring apung lepas pantai atau KJA offshore di Kabupaten Pangandaran pada 2018 silam dan kini dalam kondisi terbengkalai.
Delapan unit KJA offshore itu rusak karena dihempas gelombang. Proyek KJA offshore dibiayai APBN 2017 sebesar Rp42 miliar per daerah. Anggaran besar itu digunakan untuk membeli teknologi keramba dan fasilitasnya dari Norwegia.
Baca juga: Tim peneliti UGM temukan 7 spesies baru lobster air tawar Papua Barat
Baca juga: Pakar UGM: Pengelolaan lobster di RI perlu kolaborasi lintas sektor
Baca juga: KKP: Ekosistem budi daya lobster di Batam tunjukkan progres signifikan
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.