Jakarta (ANTARA) - Banyak orang ingin menjadi yang terbaik, melakukan segala sesuatunya dengan benar, dan melebihi ekspektasi. Dalam banyak hal, perfeksionisme sering dilihat sebagai kekuatan, sifat yang mendorong kesuksesan dan kemajuan.
Namun, bagaimana jika pengejaran kesempurnaan tanpa henti ini secara perlahan-lahan berdampak buruk bagi kesehatan kita?
Bagi sebagian orang, keinginan untuk mencapai hasil yang sempurna dapat menyebabkan frustrasi, kecemasan, dan pada akhirnya depresi.
Meskipun mengejar kesempurnaan terkadang dapat membantu kita mendorong batas-batas kemampuan kita, hal ini juga dapat menjebak kita dalam siklus kekecewaan dan keraguan diri yang tidak ada habisnya.
Baca juga: Depresi dan kurang tidur dapat picu hingga perparah nyeri haid
Berikut lima alasan bagaimana sebenarnya perfeksionisme berkontribusi pada perjuangan kesehatan mental sebagaimana yang dibagikan TimesofIndia, Minggu.
Menetapkan standar yang mustahil
Orang yang perfeksionis sering kali berharap terlalu banyak dari diri mereka sendiri-kadang-kadang lebih dari yang bisa dicapai oleh siapa pun secara realistis.
Tidak peduli seberapa besar usaha yang mereka lakukan, itu tidak pernah terasa cukup. Perasaan tidak cukup yang terus menerus ini menyebabkan frustrasi dan kelelahan, membuat mereka lebih mungkin mengalami depresi.
Ketika kesuksesan selalu tampak jauh dari jangkauan, mudah sekali untuk merasa putus asa.
Menunda-nunda sesuatu karena takut
Ironisnya, perfeksionisme dapat menyebabkan penundaan. Ketakutan untuk tidak melakukan sesuatu dengan sempurna membuat kita sulit untuk memulainya. Ketika tenggat waktu semakin dekat, stres meningkat, dan tekanan menjadi luar biasa.
Siklus menunda tugas, merasa bersalah, dan menghadapi kecemasan ini hanya menambah tekanan emosional, sehingga membuat depresi lebih mungkin terjadi.
Baca juga: Biaya hidup dan trauma menyebabkan gangguan mental di Jakarta
Mengaitkan harga diri dengan kesuksesan
Bagi banyak orang yang perfeksionis, rasa harga diri mereka sepenuhnya terbungkus dalam pencapaian mereka.
Jika mereka tidak memenuhi ekspektasi mereka yang tinggi, mereka merasa gagal-bukan hanya dalam sebuah tugas, tapi juga sebagai pribadi.
Harga diri yang rapuh ini membuat mereka lebih rentan terhadap perasaan tidak mampu yang mendalam, sehingga meningkatkan risiko depresi.
Ketika setiap kesalahan kecil terasa seperti kegagalan pribadi, sulit untuk merasa nyaman dengan diri sendiri.
Baca juga: Pengalaman masa kecil yang positif kurangi risiko depresi remaja
Selalu mengejar tujuan berikutnya
Orang yang perfeksionis tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah mereka capai-selalu ada tujuan lain yang harus dicapai. Tidak peduli seberapa banyak yang telah mereka capai, sepertinya tidak pernah cukup.
Tekanan yang terus menerus untuk melakukan lebih banyak hal ini menyebabkan kelelahan, stres, dan, pada akhirnya, depresi.
Tanpa kemampuan untuk berhenti sejenak dan menghargai kemajuan mereka, mereka akan merasa lelah dan hampa.
Takut mengecewakan orang lain
Orang yang perfeksionis sering kali memikul beban yang berat: Takut mengecewakan orang lain.
Mereka memberikan banyak tekanan pada diri mereka sendiri untuk memenuhi harapan-baik dari keluarga, teman, atau masyarakat.
Ketika mereka merasa gagal, rasa malu dan terisolasi akan muncul. Beban emosional ini dapat berdampak serius pada kesehatan mental, sehingga membuat depresi lebih mungkin terjadi.
Baca juga: Polisi masih selidiki penyebab wanita terjatuh dari lantai 13
Baca juga: Ponsel penyebab depresi
Baca juga: Depresi dan insomnia penyebab mimpi buruk
Penerjemah: Pamela Sakina
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025