Jakarta (ANTARA) - Ketua Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) Manik Marganamahendra mengatakan, pihaknya bersama 27 organisasi kepemudaan lainnya mendesak pemerintah untuk segera mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 guna mengendalikan konsumsi produk tembakau.
Menurut Manik, regulasi itu menjadi langkah krusial dalam mengendalikan konsumsi produk tembakau, yang selama ini mengancam kesehatan dan produktivitas bangsa.
Manik dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan surat dukungan atas implementasi PP nomor 28 itu telah dikirimkan ke Presiden serta menegaskan bahwa kaum muda tidak tinggal diam melihat regulasi ini terhambat.
“Momentum ini adalah ujian nyata keseriusan pemerintah dalam membangun sumber daya manusia yang unggul, apalagi jika ingin mencapai visi Indonesia emas 2045,” katanya.
Dia pun mengutip sejumlah data, seperti Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya adalah anak-anak dan remaja berusia 10-18 tahun. Lebih rincinya, kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok terbanyak memulai merokok (56,5 persen), diikuti usia 10-14 tahun (18,4 persen).
Baca juga: Kemenkes fokuskan penurunan prevalensi perokok pada anak-anak
Baca juga: Tanda fisik yang bisa dilihat dari kebiasaan merokok
Selain itu, dia menyebut bahwa dampak ekonomi akibat konsumsi rokok juga tidak main-main. Penelitian Zanfina (2020) mengungkapkan bahwa total biaya kehilangan produktivitas akibat merokok mencapai Rp2.755,5 triliun, nyaris setara dengan APBN Indonesia. Dalam skala tahunan, katanya, Indonesia mengalami kerugian PDB sebesar Rp153 triliun akibat rokok.
"Studi Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2022 pun juga mengungkap pengguna rokok elektronik meningkat 10 kali lipat dalam satu dekade terakhir, dari 0,3 persen (2011) menjadi 3,0 persen (2021), menandakan industri masih terus menargetkan anak muda dengan produk alternatif yang tak kalah berbahaya," katanya.
Dalam kampanye Presiden Prabowo, ujarnya, terdapat penekanan tentang pentingnya investasi dalam kesehatan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Namun, dia melanjutkan, janji ini tidak akan terwujud tanpa langkah konkret dalam penegakan regulasi seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Baca juga: Pemkab Kulon Progo tutup display rokok di toko wujudkan KTR
Baca juga: Ganti sebatang rokok dengan sebutir telur untuk gizi anak
Program Manager IYCTC Ni Made Shellasih menambahkan bahwa tanpa implementasi regulasi ini, Indonesia akan kehilangan momentum untuk menyelamatkan generasi muda dari cengkeraman industri rokok.
“Setidaknya, kebijakan kenaikan cukai rokok, pelarangan total iklan rokok di media berbasis digital, serta perlindungan ruang publik dari paparan asap rokok ini jangan sampai mandek,” kata Shellasih.
Namun kenyataannya, ujarnya, Pemerintah baru saja mengumumkan bahwa cukai hasil tembakau (CHT) tidak akan naik pada 2025, sementara harga jual eceran (HJE) justru meningkat.
Kebijakan ini jelas hanya menguntungkan industri rokok dengan tetap memberikan keleluasaan bagi mereka untuk menjual produk tembakau dengan harga yang lebih tinggi, sementara negara kehilangan kesempatan untuk mengendalikan konsumsi melalui mekanisme fiskal yang terbukti efektif.
“Keputusan ini menunjukkan bahwa kepentingan industri masih lebih diutamakan dibandingkan perlindungan kesehatan masyarakat, terutama anak-anak dan remaja. Padahal, perlindungan anak tidak sepatutnya dibenturkan dengan kepentingan bisnis," ujarnya.
Baca juga: IYCTC: Rencana Aceh bangun pabrik rokok hambat kesehatan publik
Baca juga: Pemkot Jaktim bangun taman bebas asap rokok
Baca juga: Kemenkes: Implementasi PP 28/2024 soal kontrol rokok masih disusun
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025