25 ribu orang manfaatkan 37 BLK Jateng per tahun

1 month ago 20

Semarang (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah mencatat setidaknya ada 20-25 ribu orang yang memanfaatkan pelatihan di 37 balai latihan kerja (BLK) di wilayah tersebut setiap tahunnya.

Kepala Disnakertrans Jateng Ahmad Aziz, di Semarang, Jumat, menyebutkan 37 BLK yang ada di Jateng itu, termasuk lembaga pelatihan kerja (LPK) maupun BLK milik pemerintah kabupaten/kota, provinsi, dan pusat.

"Baik yang melalui LPK, BLK-nya kabupaten/kota, BLK-nya provinsi, dan juga melalui BBPVP (Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktivitas) punyanya Kementerian Tenaga Kerja. Peserta pelatihannya rata-rata sekitar 20-25 ribu orang," katanya.

Ia mengatakan bahwa peserta pelatihan tersebut tersebar di seluruh wilayah Jateng, dan utamanya dari kalangan masyarakat miskin.

Semua pelatihan yang ada di BLK, baik milik pemerintah pusat, provinsi, atau kabupaten/kota, dilakukan secara gratis, dengan pendaftaran yang bisa melalui aplikasi.

Baca juga: Menaker: Transformasi BLK fokus program kebutuhan industri ke depan

Ada sejumlah jenis pelatihan kerja yang dilakukan, seperti BLK milik Pemprov Jateng, yaitu BLK Industri Cilacap terdapat pelatihan otomotif, las, manufaktur, garmen, bisnis bangunan, kelistrikan dan lainnya.

Di BLK Pertanian dan Transmigrasi Klampok Banjarnegara ada pelatihan budidaya tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, menjahit, pengolahan tanaman budidaya.

BLK milik Provinsi Jateng lainnya adalah BLK Semarang 1, terdapat pelatihan kepariwisataan (housekeeping, tour guide), pelatihan tata laksana rumah tangga (Pekerja Migran Informal) bahasa Jepang, Bahasa Korea, magang Jepang, dan barista.

Di BLK Semarang 2, kata dia, ada pelatihan kewirausahaan, manajemen usaha, digital marketing, dan produktivitas.

Kemudian, Di BBVP Kemenaker terdapat beberapa jenis pelatihan, mulai dari pembuatan roti dan kue, menjahit pakaian wanita dewasa, desainer grafis muda, servis sepeda motor injeksi, tata rias kecantikan, pembuatan batik tulis dan canting, sampai pemrograman web.

"BLK itu harus melihat kebutuhan yang ada di dunia industri, dunia usaha. Yang kedua, perkembangan untuk wirausaha karena lulusan dari BLK itu bisa menjadi wirausaha," katanya.

Menurut dia, tingkat keterserapan para siswa BLK ke perusahaan setiap tahunnya sekitar 80-90 persen sehingga sangat membantu mengatasi angka kemiskinan.

"Terkait dengan BLK ini, maka kami harus bisa melihat kebutuhan di perusahaan. Sebelum kami melakukan pelatihan, kami ada TNA (Training Need Analysis) bersama dunia usaha/industri," katanya.

Para peserta BLK sebagian besar adalah warga yang masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan sisanya adalah non-DTKS yang juga difasilitasi pelatihan kerja, terutama yang di ada di daerah miskin melalui skema Mobile Training Unit (MTU).

Skema MTU menjadi salah satu model pelatihan, yakni jemput bola menggunakan armada mobil boks berisi peralatan yang digunakan sebagai alat pelatihan keterampilan.

"Nah, kami ada dua skema dalam pelatihan. Anak-anak bisa datang ke balai latihan lerja, entah berangkat pagi pulang sore, atau 'boarding' yang inap. Bisa juga kami melakukan pelatihan melalui skema MTU, datang langsung ke lokasi," katanya.

Baca juga: Menaker: Revitalisasi BLK fokus ke transformasi kurikulum dan metode

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |