WNI korban "pengantin pesanan" di China diselamatkan KJRI Guangzhou

4 hours ago 1

Beijing (ANTARA) - Reni Rahmawati, Warga Negara Indonesia (WNI) asal Sukabumi yang menjadi korban dalam kasus "pengantin pesanan" di China sudah berada di "shelter" Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Guangzhou.

"Saudari Reni Rahmawati saat ini sudah berada dalam perlindungan KJRI Guangzhou dan ditempatkan dalam 'shelter' atau rumah aman KJRI sampai kasusnya tuntas hingga satu bulan ke depan," kata Konsul Jenderal RI di Guangzhou Ben Perkasa Drajat kepada ANTARA Beijing melalui pesan singkat, Selasa.

Reni Rahmawati (23 tahun) sebelumnya diberitakan menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di China. Hal tersebut terkuak karena pada 19 September 2025, Ibu Reni, Emalia, mengadu ke Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Bandung yang menyebut sang anak disekap di satu lokasi di China.

Reni sebelumnya tinggal di kabupaten Kota Quanzhou, Provinsi Fujian, China bersama "suaminya", warga negara China bernama Tu Chao Cai.

Reni menjadi korban praktik pengantin pesanan (mail order bride) di mana pria asal Tiongkok memesan atau menikahi seorang wanita dari Indonesia melalui perantara agen dengan jumlah uang tertentu.

"Kasusnya agak rumit karena suaminya sudah mengeluarkan Rp400 juta untuk agen, tapi KJRI Guangzhou membujuk agar mereka bercerai lebih dulu, baru mengurus soal uang," ungkap Ben.

Reni sendiri tiba di China pada 18 Mei 2025. Ia datang ke China setelah menyetujui tawaran pekerjaan bergaji sekitar Rp15 juta - 20 juta per bulan di China dari seseorang di media sosial.

Namun, sesampainya di China, pada 20 Mei 2025 Reni malah dinikahkan secara resmi dengan Tu Chao Cai seorang wiraswasta asal kabupaten Yongchun, kota Quanzhou, provinsi Fujian.

Setelah kasus tersebut mencuat, KJRI Guangzhou menghubungi pihak "Public Security" (polisi) Provinsi Fujian untuk melacak keberadaan Reni. Polisi kemudian mendatangi kediaman Reni dan memastikan keselamatannya.

Pada 10 Oktober 2025, Ben Perkasa Drajat didampingi Konsul Konsuler KJRI Guangzhou dan staf bertemu langsung dengan suami Reni, Tu Chao Cai di kabupaten Yongchun. Pertemuan juga dihadiri ayah mertua Reni, kepala wilayah Yongchun, perwakilan "Foreign Affairs Office" (FAO) China kota Quangzhou dan beberapa pemuka masyarakat setempat.

Dalam pertemuan itu, Reni secara tegas mengatakan ingin bercerai dan kembali ke Indonesia. Tu Chao Cai dan keluarga diminta untuk menghormati keinginan Reni dan dapat segera memulai gugatan cerai.

Sedangkan terkait tuntutan ganti rugi finansial yang sebesar 205.000 RMB (sekitar Rp 476,4 juta) seharusnya tidak terkait dengan Reni karena tuntutan finansial tersebut seharusnya diajukan ke pihak agen mengingat Reni maupun keluarganya tidak pernah menerima uang tersebut. Adapun Reni hanya menerima Rp11 juta dari seseorang yang bernama Abdullah.

Tu Chao Cai sendiri merasa menjadi korban penipuan sejak awal karena selama proses pernikahan, Reni disebut tidak menunjukan keberatan apa pun dan bahkan mengakui bahwa kedua orang yang hadir dalam prosesi pernikahan secara agama di depan penghulu di Indonesia adalah kedua orang tuanya.

Padahal, sesungguhnya Reni dipaksa untuk mengakui kedua orang tersebut adalah orang tuanya oleh agen yang membawa ia ke China. Reni pun disebut sudah menandatangani surat pernikahan secara resmi.

FAO kota Quanzhou meminta penjelasan dari pemerintah Indonesia karena menilai adanya penyebaran berita bohong di media Indonesia mengenai Reni yang disebut menjadi korban perbudakan seks dan kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, bila Reni tetap ingin bercerai, FAO Quangzhou meminta keluarga Reni dapat menghentikan penyebaran berita yang tidak benar.

Di Indonesia, keluarga Reni juga sudah melapor ke Polda Jawa Barat. Untuk membuka sepenuhnya duduk perkara kasus tersebut, polisi membutuhkan keterangan Reni untuk diperiksa secara langsung di Indonesia.

Polda Jabar juga telah menahan tersangka dalam kasus tersebut, sehingga KJRI Guangzhou meyakinkan hasil penyidikan polisi di Indonesia akan dapat mengetahui aliran uang yang sudah dibayarkan Tu Chao Cai sehingga dapat memungkinkan pengembalian uang.

Ben Perkasa menegaskan bahwa KJRI akan selalu membela dan melindungi WNI dengan mengedepankan keterlibatan pihak yang bertanggung jawab atau pihak berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

KJRI juga tidak mengambil alih tanggung jawab pidana dan/atau perdata WNI serta bekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum negara setempat, serta hukum dan kebiasaan internasional.

Prinsip-prinsip tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Luar Negeri RI No 5 tahun 2018 tentang Perlindungan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri.

Sejak Januari-Oktober 2025, KJRI Guangzhou telah menangani lebih dari 10 kasus dengan modus pengantin pesanan yang dijanjikan untuk dapat bekerja di China dimana semua pelapor adalah perempuan Indonesia.

Bagi masyarakat yang memiliki informasi terkait tindak pidana serupa dapat menghubungi whatsapp hotline KJRI Guangzhou di nomor +86 185 2037 5005, atau Direktorat Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri dan kantor polisi terdekat.

Baca juga: KJRI Guangzhou beri pendampingan hukum untuk Reni Rahmawati di Fujian

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |