Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengatakan stasiun televisi tak bisa lagi hanya menjadi lembaga penyiaran namun harus berubah menjadi perusahaan teknologi konten yang menggabungkan inovasi dengan jurnalisme yang berintegritas.
Dia menegaskan bahwa masa depan televisi bergantung pada kemampuan beradaptasi terhadap kecerdasan artifisial (AI). Oleh karena itu, media didorong untuk bertransformasi menjadi perusahaan teknologi konten agar tetap relevan di tengah perubahan besar ekosistem media global.
“(Perusahaan) televisi lain harus melihat dirinya bukan hanya sebagai stasiun penyiaran, tapi sebagai perusahaan teknologi konten. Teknologi, terutama AI, harus masuk ke semua aspek, dari ruang redaksi sampai distribusi,” kata Nezar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Nezar menjelaskan dunia kini memasuki era media 3.0 yang dikendalikan oleh algoritma dan AI. Penonton tidak lagi menelusuri siaran secara manual, melainkan menerima rekomendasi personal dari asisten AI.
Pergeseran ini, menurutnya, menjadi ancaman bagi pola siaran tradisional yang bergantung pada jadwal tetap.
“Kendali konten kini ada di tangan AI. Bukan lagi manusia yang menentukan. Ini mengubah cara orang menonton, dan mengguncang model distribusi media konvensional,” tegasnya.
Baca juga: Wamenkomdigi sebut literasi digital kini fokus ke kemampuan praktis
Meski penuh tantangan, Nezar menilai AI juga membuka peluang baru bagi industri televisi untuk meningkatkan efisiensi dan inovasi.
AI dapat digunakan untuk mempercepat proses produksi, memperbaiki kualitas audio-visual, hingga menganalisis data penonton untuk pengambilan keputusan editorial.
“AI bisa membantu kerja redaksi, tapi jangan sepenuhnya diserahkan pada mesin. Tetap harus ada human in the loop, agar berita tidak kehilangan akurasi dan nilai etikanya,” kata Nezar.
Di sisi lain, Nezar mengingatkan risiko serius dari penyalahgunaan AI, termasuk deepfake, disinformasi, dan halusinasi data yang bisa merusak kredibilitas jurnalisme. Dia mencontohkan lembaga survei besar di Australia yang membayar 440 ribu dolar karena sumber datanya ternyata buatan AI.
Nezar mengatakan Kementerian Komunikasi dan Digital terus mendukung inovasi media nasional agar dapat memanfaatkan teknologi tanpa kehilangan esensi jurnalisme.
“Teknologi bisa dipelajari, tapi jurnalisme harus tetap jadi nyawa kita. Media yang bertahan bukan yang paling cepat beradaptasi secara teknis, tapi yang tetap menyajikan informasi benar dan membela kepentingan publik,” tegasnya.
Baca juga: Dari judi daring ke AI: Indonesia menolak kolonialisme digital global
Baca juga: Kemkomdigi fokuskan tiga fondasi memajukan ekonomi kreatif digital
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Indriani
								Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































