Jakarta (ANTARA) - Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya mengukuhkan sebanyak 23 dokter yang diharapkan dapat bersaing di era kecerdasan buatan (AI) melalui kolaborasi yang bijak, empati, dan berpegang pada etika dalam setiap tindakan.
Hal itu disampaikan oleh Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya dr. Felicia Kurniawan pada acara pengambilan sumpah dokter yang bertemakan In Corde Lux, In Manibus Cura atau hati yang bersinar dan tangan yang menyembuhkan dengan kepedulian di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Unika Atma Jaya luncurkan Future Ready Series pada program sarjana
"AI mampu melakukan banyak hal dengan akurasi tinggi dan kecepatan luar biasa, namun ada satu hal yang tidak bisa dilakukan oleh mesin, yaitu menyentuh hati manusia. Di sinilah peran kalian menjadi sangat penting. Karena itu di tengah arus digitalisasi ini, kalian harus tetap relevan," katanya.
Dia menyebutkan tantangan yang dihadapi para dokter yang baru dikukuhkan itu beragam, antara lain banyaknya penyakit baru yang bermunculan, perkembangan sistem kesehatan, hingga penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam pengambilan kebijakan klinis.
Agar para dokter itu relevan, katanya, caranya bukan dengan menyaingi mesin, namun dengan berkolaborasi secara bijak dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, empati, dan berpegang pada etika dalam setiap tindakan.
"Di tengah perubahan ini, kalian dituntut untuk terus belajar, terbuka terhadap inovasi, dan rendah hati dalam mengembangkan diri. Namun, ada satu hal yang tidak boleh diubah: hati kalian yang tulus untuk melayani," katanya.
Dalam acara itu, pengukuhan dipimpin oleh Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya dr. Felicia Kurniawan serta sejumlah rohaniawan.
Dari 23 dokter baru tersebut, ada dr. Aprilda Yulifa Thalia Thomas Karupukaro, yang menerima beasiswa penuh dari Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) dan Freeport.
Dia menyampaikan rasa syukurnya atas kesempatan untuk belajar di Unika Atma Jaya yang diberikan pemberi beasiswa serta pendamping.
Dokter yang akrab disapa Thalia itu mengatakan bahwa dia termotivasi untuk menjadi dokter, karena dia dan keluarganya mengalami langsung sulitnya mengakses layanan kesehatan di tanah asalnya, yakni Timika, Papua.
Baca juga: Unika Atma Jaya hadirkan stan peduli lingkungan di BanggaFest 2025
Baca juga: Unika Atma Jaya berupaya bangun ekonomi bangsa berkelanjutan
Dia mengungkapkan keinginannya untuk melanjutkan studi sebagai spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT).
"Untuk teman-teman generasi Papua, jangan takut untuk memiliki mimpi yang lebih besar lagi, karena walaupun sebenarnya terlihat perjalanannya panjang, tapi semua itu akan bisa kita dapati kalau misalnya ada tekad dan juga semangat," katanya.
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Endang Sukarelawati
								Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































