UI: Perlu kajian mendalam kurangi dampak penerapan cukai MBDK

1 month ago 15
Satu tahun ini untuk benar-benar mengkaji mendapatkan masukan, karena itu amanat dari Undang-Undang Kesehatan harus memang untuk supaya kita lebih sehat.

Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty mengatakan perlu kajian mendalam termasuk mengakomodasi masukan dari kalangan pengusaha untuk mengurangi dampak penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

“Satu tahun ini untuk benar-benar mengkaji mendapatkan masukan, karena itu amanat dari Undang-Undang Kesehatan harus memang untuk supaya kita lebih sehat,” kata Telisa dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, kajian secara mendalam untuk mengurangi dampak penerapan cukai pada MBDK dapat dilakukan secara menyeluruh dan mendalam dalam waktu satu tahun pada 2025, untuk memastikan kebijakan tersebut siap diterapkan pada 2026.

Ia menuturkan salah satu dampak potensial penerapan cukai pada MBDK adalah kenaikan harga pada minuman berkemasan, sehingga dapat memicu penurunan permintaan barang dan jasa. Hal itu dapat menyebabkan pelaku usaha atau industri MBDK melakukan efisiensi termasuk pengurangan tenaga kerja.

Namun, di sisi lain, penerapan cukai pada MBDK berpotensi mengurangi kejadian diabetes mellitus yang dapat diakibatkan dari konsumsi MBDK yang berlebihan.

Menurut riset Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), pemberlakuan cukai MBDK dapat mengurangi angka penderita diabetes mellitus tipe 2 dan dapat mencegah potensi 455.310 kasus kematian kumulatif akibat penyakit tersebut dalam sepuluh tahun ke depan.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan, target penerimaan cukai dari produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) menurun dari Rp4,3 triliun pada 2024 menjadi Rp3,8 triliun tahun depan.

“Kenapa kok lebih rendah? Kemarin kami setelah berdiskusi dengan DPR melihat penerapan cukai MBDK ini tentunya harus dikaji sesuai perkembangan perekonomian,” ujar Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Kemenkeu Muhammad Aflah Farobi di Serang, Banten, Kamis (26/9).

Ia mengatakan, besaran tarif dan jenis produk yang akan dikenakan cukai tersebut masih dikaji dan belum diputuskan, mengingat kebijakan tersebut baru akan berlaku pada era pemerintahan mendatang, sementara kini pemerintah masih dalam masa transisi.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerima usulan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR soal tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025 sebesar 2,5 persen.
Baca juga: YLKI: Aturan cukai MBDK jadi upaya lindungi pola konsumsi masyarakat
Baca juga: Masyarakat sebut sosialisasi lebih diperlukan dari peraturan MBDK

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024

Read Entire Article
Rakyat news | | | |