Jakarta (ANTARA) - Jajaran TNI AL berhasil menggagalkan penyelundupan barang ilegal berupa pakaian bekas (ballpress) dari Malaysia ke Indonesia, yang dikirim melalui Pelabuhan Kumai, Kalimantan Barat.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama I Made Wira Hady saat dikonfirmasi, di Jakarta, Jumat, mengatakan aksi penyelundupan itu digagalkan oleh tim Fleet One Quick Response (F1QR) Pangkalan TNI AL (Lanal) Kumai, Kalimantan Barat.
Wira mengatakan penggagalan aksi penyelundupan itu bermula ketika pihak TNI AL menerima informasi adanya aktivitas mencurigakan di Pelabuhan Panglima Utar, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah pada Kamis (6/3).
"Berdasarkan informasi yang diterima, ballpress diduga masuk melalui perbatasan darat Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat (Kalbar), kemudian dikirim ke Pontianak untuk disimpan di beberapa gudang transit," kata Wira.
Baca juga: TNI AL gagalkan penyelundupan PMI ilegal dan satwa yang dilindungi
Baca juga: TNI AL gagalkan penyelundupan 60 ribu butir pil ekstasi dari Malaysia
Berdasarkan informasi tersebut, personel TNI AL pun melakukan pemantauan.
Setelah melakukan pemantauan, personel akhirnya mendeteksi adanya aktivitas truk berisi ballpress masuk ke Pelabuhan Kumai, Pontianak.
Barang-barang ilegal tersebut rencananya akan dikirim melalui Pelabuhan Kumai menuju pulau Jawa.
Petugas pun langsung menggeledah truk dan gudang yang dipakai para pelaku. Benar saja, petugas langsung menemukan pakaian bekas ilegal dalam jumlah banyak yang sudah dikemas.
"Setelah diperiksa, ditemukan muatan 167 karung ballpress senilai Rp1,3 miliar yang diduga berasal dari Malaysia dimana harga komoditi masing-masing per karung senilai Rp8 juta," kata Wira.
Petugas juga menangkap satu sopir truk tersebut untuk diperiksa lebih lanjut. Para personel TNI AL lalu menyerahkan ratusan karung pakaian bekas ilegal dan sopir truk itu ke pihak Bea Cukai (BC) Pangkalan Bun untuk proses penyelidikan lebih lanjut.
Pewarta: Walda Marison
Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
Copyright © ANTARA 2025