Jakarta (ANTARA) - Penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam kehidupan sehari-hari memerlukan kebijakan dan tata kelola yang sehat, kata Kepala Bagian Hukum dan Privasi Tools for Humanity (TFH) Damien Kieran.
Dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Selasa, Kieran mengatakan dengan adanya kebijakan dan tata kelola yang sehat mengenai AI, maka orang-orang tidak perlu menolak menggunakan AI tersebut.
“Jika kita berasumsi akan ada AI di mana-mana, … kita perlu memiliki cara untuk mengetahui mana yang merupakan komputer dan mana yang bukan,” kata Kieran.
Karena itu, Kieran mengatakan bahwa yang dibutuhkan orang-orang saat ini, selain kebijakan dan tata kelola, adalah alat untuk membantu mereka memastikan bahwa mereka dapat memperoleh manfaat dari AI dan mereka mendapatkan akses ke alat tersebut.
Meskipun begitu, Kieran menekankan bahwa orang-orang tetap perlu berhati-hati dalam menggunakan AI agar tidak membuat kesalahan yang sebenarnya bisa dicegah, seraya menambahkan bahwa dirinya sendiri masih banyak belajar tentang AI.
Perlu lebih banyak waktu untuk mencari tahu bagaimana AI akan bekerja dan akan berevolusi seperti apa di masa mendatang dan bagaimana memiliki AI yang etis, kata Kieran, sembari menambahkan masih diperlukan lebih banyak penelitian mengenai AI.
Kieran menegaskan semua pihak juga harus memastikan bahwa penggunaan AI dapat berjalan dengan baik; mereka yang menyediakan AI harus melakukannya dengan benar, bermanfaat dan dapat diakses oleh orang banyak.
“Dan orang-orang harus menggunakannya dengan cara yang benar,” ujar Kieran.
Senada dengan Kieran yang mengatakan penggunaan AI memerlukan kebijakan dan tata kelola yang sehat, pendiri FPCI Dino Patti Djalal yang juga berpartisipasi dalam diskusi itu juga mengatakan bahwa penting bagi pemerintah RI untuk segera membuat strategi teknologi dan AI.
“Kita akan melihat dunia di mana ada lebih banyak campur tangan politik. Di dunia Barat, di Eropa, mereka berkata ‘hei, ada campur tangan dari pihak itu’. Dan kita tidak tahu bagaimana itu akan terjadi, tetapi itu menggunakan teknologi AI,” jelas Dino.
Dino menegaskan bahwa sistem tata kelola AI harus dikontrol dan tidak dapat menghilangkan unsur manusia dari penggunaan AI tersebut, seraya menambahkan bahwa AI bisa menjadi alat untuk membantu manusia mengambil keputusan atau melakukan sesuatu.
“Kita hanya perlu memastikan bahwa AI memberikan informasi yang tepat bagi kita untuk membuat keputusan,” kata Dino.
Selain itu, dia juga mengatakan bahwa sentuhan manusia tetap dibutuhkan meski sudah menggunakan AI dalam kehidupan sehari-hari.
Dia memberi contoh untuk meminta AI seperti ChatGPT untuk membuat naskah film, tapi kemungkinan hasilnya tidak akan sebagus naskah film “The Godfather” dan “The Lord of the Rings.”
“Anda membutuhkan (sentuhan) jiwa manusia yang sebenarnya, kreativitas manusia asli untuk menghasilkannya (naskah film yang bagus), bukan mesin,” kata Dino.
Tools for Humanity (TFH) merupakan perusahaan teknologi global yang berpusat di San Francisco, California, AS, yang didirikan untuk mempercepat transisi menuju sistem ekonomi digital yang lebih adil.
TFH sepenuhnya dikelola secara independen dari World Foundation dan akan terus mengembangkan teknologi-teknologi penting yang mendukung keamanan digital.
Baca juga: PCO: Kerangka kebijakan teknologi perlu progresif dan adaptif
Baca juga: Menkomdigi sampaikan komitmen bangun tata kelola AI inklusif
Pewarta: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025