Jakarta (ANTARA) - Mendekati ujung 2025, agenda reformasi kepolisian mencapai kemajuan strategis. Untuk pertama kalinya dalam dua dekade, pembaruan dilakukan secara ganda dan simultan dari sisi internal dan eksternal kepolisian. Reformasi kepolisian berjalan secara holistik dari aspek paradigmatik hingga operasional di lapangan.
Beberapa waktu lalu, Tim Transformasi Reformasi Polri dibentuk oleh Kapolri untuk bekerja dari dalam institusi dengan target penguatan sistem, budaya kerja, dan pelayanan publik. Tak berselang lama, pada 7 November 2025, Presiden Prabowo Subianto membentuk Komisi Percepatan Reformasi Polri Polri untuk mengawal arah reformasi agar selaras sejalan dengan prinsip akuntabilitas dan nilai-nilai demokrasi. Dua kutub saling sinergi bertemu.
Reformasi kepolisian yang kini tengah berlangsung bukanlah sekadar upaya administratif untuk menata struktur, mengganti seragam, atau memodernisasi peralatan. Ini adalah transformasi paradigmatik. Pergeseran watak institusi kepolisian dari “aparat kekuasaan” yang bersifat power-based menuju “pelayan publik” yang bersifat trust-based.
Di era demokrasi terbuka dan transformasi digital, ukuran keberhasilan Polri tidak lagi ditentukan oleh seberapa kuat mereka menegakkan hukum, melainkan seberapa besar mereka dipercaya publik.
Secara strategis, transformasi internal Polri saat ini digerakkan oleh konsistensi implementasi visi Polri “Beyond Trust Presisi” sebagaimana dijabarkan dalam Grand Strategy Polri 2025–2045. Visi ini menempatkan reformasi bukan sebagai proyek jangka pendek, melainkan proses jangka panjang dan berkelanjutan menuju kepolisian modern yang adaptif terhadap perubahan sosial, teknologi, dan tata kelola publik.
Dalam kerangka itu, Polri perlu mengidentifikasi setidaknya sebelas masalah sistemik yang menggerogoti kepercayaan masyarakat. Mulai dari penyuapan, pungutan liar, arogansi, penyalahgunaan barang bukti, beking kegiatan illegal, penyalahgunaan narkoba, pelanggaran aturan, pemerasan, penembakan secara tidak sah, penggunaan kekerasan secara berlebihan, dan penyalahgunaan narkoba.
Polri juga mengidentifikasi sejumlah persoalan lain seperti manipulasi keuangan, perselingkuhan, mark up anggaran, melindungi pelaku kejahatan internal, dan manipulasi administrasi.
Semua persoalan ini tidak bisa diatasi hanya dengan peraturan, tapi juga menuntut perubahan kultur dan perilaku. Satu agenda besar yang harus dilakukan secara hati-hati, tidak terburu-buru dan berkelanjutan. Perubahan yang radikal di tubuh kepolisian dapat menimbulkan gejolak di masyarakat sehingga dapat mengganggu keamanan secara umum.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































