Jakarta (ANTARA) - Setiap tanggal 14 Juli, bangsa Indonesia memperingati Hari Pajak, sebuah momentum penting untuk meneguhkan kembali peran strategis pajak dalam menopang kemandirian dan keberlanjutan pembangunan nasional.
Di tengah dinamika dan tekanan ekonomi global yang semakin kompleks pada tahun 2025, peringatan Hari Pajak bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan panggilan kolektif untuk membangun sistem perpajakan yang lebih tangguh dan adaptif. Momentum peringatan Hari Pajak Tahun 2025 diharapkan dapat mewujudkan cita-cita: “Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh” sebagai bentuk spirit dan cerminan dari harapan agar sistem pajak Indonesia dapat menjadi pilar utama dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Tahun 2025 membawa tantangan fiskal yang tidak ringan. Ketegangan geopolitik yang belum reda di berbagai kawasan, termasuk konflik dagang yang kembali meningkat antara negara-negara besar, membuat rantai pasok global tidak stabil. Kenaikan suku bunga global yang berkepanjangan sebagai respons terhadap inflasi struktural juga menambah beban bagi negara-negara berkembang.
Tekanan terhadap nilai tukar dan arus keluar modal menjadi ancaman nyata bagi stabilitas makroekonomi. Indonesia tidak berada di luar pusaran ini. Melemahnya permintaan ekspor, fluktuasi harga komoditas unggulan, dan tekanan terhadap ruang belanja publik menjadi tantangan yang harus dijawab dengan kebijakan fiskal yang cermat.
Di tengah kondisi global yang demikian, pajak tetap menjadi tulang punggung keuangan negara. APBN 2025 mencanangkan target penerimaan pajak lebih dari Rp2.450 triliun, naik dari realisasi tahun sebelumnya yang berada pada kisaran Rp2.310 triliun.
Target ini diharapkan mampu mendorong tax ratio hingga ke angka 11 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), sebuah ambisi yang wajar jika mengingat rata-rata tax ratio negara G20 yang sudah jauh di atas 15 persen.
Sementara di sisi lain, tantangan dalam merealisasikan target ini juga tidak kecil. Masih terbatasnya basis pajak, potensi ekonomi informal yang belum sepenuhnya terjaring, serta kepatuhan sukarela yang belum optimal menjadi pekerjaan rumah yang menuntut pembaruan sistemik.
Dalam semester pertama 2025, capaian penerimaan perpajakan berada di kisaran 52 persen dari target tahunan. Ini memberikan sinyal bahwa, meski berada di jalur yang cukup baik, masih diperlukan penguatan di semester berikutnya.
Pemerintah sendiri telah mengerahkan berbagai instrumen untuk mencapai tujuan ini, mulai dari implementasi sistem administrasi pajak inti berbasis digital (core tax administration system/CTAS), pembaruan kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi, hingga insentif fiskal yang lebih terukur.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.