Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menilai sekolah perlu memberi edukasi dan memantau konsumsi tablet tambah darah (TTD) oleh siswi agar remaja putri tidak terkena anemia.
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Hematologi Onkologi IDAI Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A, Subsp.H.Onk(K) dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa, mengatakan edukasi secara masif di sekolah diperlukan untuk menepis hoaks soal tablet tambah darah yang memicu anak merasakan mual atau dampak lainnya.
"Bagaimana meyakinkan dia minum (TTD) itu tidak apa-apa. Minum obat tambah darah itu bikin mual, enggak enak perut, padahal itu kan tidak benar. Tidak semua mengalami hal seperti itu, jadi yakinkanlah bisa meminum obat itu," ucap Parlin.
Baca juga: BKKBN: Konsumsi tablet tambah darah jika haid lebih dari tujuh hari
Sekolah bisa memberikan edukasi soal waktu terbaik mengonsumsi tablet tambah darah. Parlin menyebut waktu terbaik adalah satu sampai dua jam sebelum makan atau dua jam setelah makan.
"Tidak apa-apa, tapi, jangan bersamaan dengan makanan (diminumnya), nanti penyerapan zatnya (absorpsi) jadi terganggu," ucap dia.
Rasa mual yang timbul setelah mengonsumsi tablet tambah darah bisa diatasi dengan, antara lain, tidur.
Untuk memantau konsumsi tablet tambah darah oleh siswi, sekolah bisa membuat grup percakapan pada pesan aplikasi yang digunakan untuk berkomunikasi oleh sekolah. Setiap guru yang terlibat dapat memberikan imbauan untuk mengingatkan siswa yang tergabung dalam grup untuk meminum tablet tambah darah, misalnya pada pagi hari setelah jam sarapan, sebelum kelas dimulai atau sebelum pelajaran olahraga.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan menggelar program pemberian tablet tambah darah terutama pada remaja putri yang duduk di bangku SMP dan SMA untuk mengatasi anemia. Program tersebut saat ini difokuskan sebagai salah satu upaya mengentaskan stunting sekaligus meningkatkan kualitas hidup perempuan sejak usia muda.
"Pemerintah sudah menganjurkan pemberian zat besi secara rutin, sekali seminggu pada semua remaja putri. Sepanjang tahun dan itu program dari puskesmas, kerja sama dengan Kementerian Pendidikan, dengan sekolah-sekolah dari SMP-SMA," kata Parlin.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada remaja usia 15-24 tahun adalah 15,5 persen. Pada kelompok usia 5-14 tahun prevalensinya mencapai 16,3 persen.
Remaja putri diketahui dapat kehilangan 12,5-15 miligram zat besi per bulan selama menstruasi.
Baca juga: Dinkes: Remaja konsumsi tablet tambah darah cegah anemia dan stunting
Baca juga: Kemenkes: Tablet tambah darah cegah bayi lahir prematur dan stunting
Baca juga: Kemenkes: Konsumsi tablet tambah darah cegah stunting sejak remaja
Baca juga: Dokter sebut susu perlu dihindari saat konsumsi tablet tambah darah
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.