Jakarta (ANTARA) - Dalam setiap bursa transfer, Premier League selalu menjadi pusat perhatian dunia sepak bola. Tak hanya karena jumlah uang yang digelontorkan klub-klub Inggris sangat besar, tetapi juga karena ekspektasi terhadap para pemain baru di liga ini jauh lebih tinggi dibandingkan liga-liga top lainnya.
Musim panas ini, setidaknya 12 pemain yang dibeli dengan nilai lebih dari 35 juta euro (Rp660 M) oleh klub Premier League berasal dari luar Inggris. Namun sejarah menunjukkan bahwa masuk ke Premier League bukan jaminan langsung untuk bersinar.
Ketangguhan Premier League bukan sekadar mitos. Banyak pemain yang tampil gemilang di Bundesliga, LaLiga, atau Serie A justru kesulitan menyesuaikan diri dengan tempo dan intensitas permainan di Inggris. Bahkan dalam studi kuantitatif, Premier League terbukti menjadi liga yang paling membuat performa pemain turun setelah berpindah dari liga lain.
Analis menggunakan salah satu model penilaian performa pemain, VAEP (Valuing Actions by Estimating Probabilities), yang pada dasarnya menilai segala sesuatu yang dilakukan pemain dengan bola berdasarkan seberapa besar hal itu meningkatkan peluang timnya untuk mencetak gol atau mengurangi peluang timnya untuk kebobolan.
Data menunjukkan bahwa pemain dari Bundesliga mengalami penurunan performa rata-rata sebesar 17 persen ketika pindah ke Premier League. Pemain dari Serie A turun 12 persen, dari Ligue 1 turun 10 persen, dan dari LaLiga sekitar 5 persen. Angka-angka ini menggambarkan bahwa transisi ke liga Inggris bukan hanya soal adaptasi gaya bermain, tetapi juga menyangkut tuntutan fisik, teknis, dan mental yang jauh lebih kompleks.
Hal ini yang juga barangkali menjadi pertimbangan Kepala Pelatih Manchester United Ruben Amorim dalam merekrut pemain Wolverhampton dan Brentford, Matheus Cunha dan Bryan Mbeumo, yang dinilai sebagai produk siap pakai karena sudah mafhum bagaimana cara berkompetisi di Inggris.
Bukan hanya tentang uang
Dengan kekuatan finansial yang sangat besar, Premier League telah menciptakan kompetisi yang seimbang dari atas hingga bawah. Berdasarkan data dari FBref, seluruh 20 klub Premier League masuk dalam 50 klub dengan gaji tertinggi di Eropa.
Bandingkan dengan liga-liga lain yang biasanya hanya memiliki beberapa klub besar dengan anggaran besar, sementara sisanya harus bertahan dengan sumber daya terbatas. Yang terkadang menjadikan kompetisi sepak bola hanya menghasilkan juara yang itu-itu saja.
Efeknya jelas, setiap pekan di Premier League adalah tantangan besar. Tidak ada pertandingan yang bisa dianggap enteng.
Di Spanyol, misalnya, hanya Barcelona, Real Madrid, dan Atletico Madrid yang memberikan tantangan berarti secara konsisten. Di Inggris, hampir semua klub bisa sama merepotkan, terutama karena hampir semua memiliki pemain berkualitas tinggi dan pelatih dengan taktik modern.
Menurut model rating kekuatan tim yang dikembangkan analis Tyson Ni, rata-rata kekuatan tim Premier League mengungguli empat liga top Eropa lainnya.
Baca juga: Chelsea resmi umumkan Estevao Willian sebagai pemain baru
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































