Jakarta (ANTARA) - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) Repurchase Agreement (Repo), untuk melengkapi layanan SPPA fixed income cash out trade yang sudah ada saat ini.
Dengan peluncuran ini, BEI menargetkan nilai transaksi SPPA mencapai minimal Rp200 triliun pada 2025, yang dihimpun dari transaksi SPPA Repo maupun SPPA fixed income cash out trade.
“Target transaksi khususnya di SPPA pada tahun ini, kami menargetkan nilai transaksi Rp200 triliun minimal untuk tahun ini, termasuk dari Repo dan juga fixed income cash out trade,” ujar Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 1 BEI Firza Rizqi Putra, di Jakarta, Senin.
Sampai Februari 2025, ia mengungkapkan nilai transaksi keseluruhan SPPA telah mencapai Rp48 triliun atau berada di kisaran Rp1,5 triliun rata-rata per hari.
“Data perdagangan SPPA hingga Februari 2025 sudah mencapai Rp48 triliun. Jadi, transaksi yang mungkin sekitar Rp1,5 triliun on a daily average basis,” ujar Firza.
Sepanjang tahun 2024, nilai transaksi SPPA telah mencapai Rp246,1 triliun, atau meningkat sebesar 76 persen year on year (yoy) dibandingkan tahun 2023.
“Untuk (SPPA) cash out trade tahun lalu kami Rp246 triliun. Kami belum punya transaksi ke Repo di tahun lalu. Kami harapkan untuk combine transaksi (SPPA) cash out trade dan Repo minimal Rp200 triliun di SPPA pada tahun ini,” ujar Firza.
Transaksi Repo merupakan transaksi dalam bentuk kontrak jual atau beli efek, dengan janji beli atau jual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.
Jenis transaksi Repo yang dapat dilakukan di SPPA untuk saat ini adalah Repo dengan menggunakan underlying surat utang, khususnya Surat Utang Negara (SUN).
Peluncuran SPPA ini mengacu pada Surat Keputusan (SK) Direksi Nomor 0001/BEI/ 03/2025 tentang Perubahan Peraturan Perdagangan Efek melalui Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) dan SK Direksi Nomor 0002 tentang Perubahan Pengguna Jasa Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA).
Dalam kesempatan ini, Firza menjelaskan peluncuran SPPA Repo berada pada momen yang tepat, saat SPPA sedang memiliki market share yang cukup besar yaitu 16 persen.
Selain itu, juga semakin banyaknya pengguna jasa, di antaranya bank pembangunan daerah (BPD) dan sekuritas yang memanfaatkan SPPA seiring adanya fitur Repo.
“Dan juga inline dengan fokus dari otoritas sektor keuangan, baik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) yang akan fokus terhadap collateral funding,” ujar Firza.
Ia menjelaskan, saat ini sudah terdapat 39 pengguna jasa yang terdiri dari perbankan, sekuritas, serta money broker untuk bertransaksi di fixed income cash out trade, dan juga termasuk transaksi Repo.
Dalam area transaksi Repo, ke depan, pihaknya ingin mengajak pihak-pihak yang lain untuk dapat masuk bersama-sama menjadikan SPPA sebagai platform.
“Kami akan fokus pada tahun ini penambahan pengguna jasa SPPA dari sisi BPD, sehingga seluruh pihak di pelaku pasar baik BPD, sekuritas, dan money broker bisa mempunyai common platform yang digunakan bersama-sama untuk meningkatkan efisiensi transaksi di pasar surat utang,” ujar Firza.
Baca juga: BEI gelar SPPA Award 2024 untuk apresiasi peningkatan transaksi
Baca juga: BEI catatkan transaksi SPPA senilai Rp246,1 triliun di 2024
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025